Paling Setia Mengusung Gaya Retro
Emil dan Pepeng mengundurkan diri karena merasa Naif sedang stagnan. Tak ada perkembangan. Selepas album 7 Bidadari pada 2017, mereka jarang berkumpul bersama untuk membuat karya baru. Hanya sekali saja pada 2019, untuk merilis satu single.
Kalau sekadar bertemu, masih sering. Bahkan hingga sebelum pandemi, mereka masih aktif tampil off line. Namun hanya untuk manggung saja. Jarang mereka duduk bersama menggodok proyek baru. ’’Kalau tampil, kami selalu membawakan lagu itu-itu saja. Sudah tidak produktif,’’ ungkap Emil.
Jarang berkumpul, kegiatan recording mandeg, diperparah oleh pandemi, kesempatan mereka untuk berpentas juga tidak ada. Itulah mengapa Emil memutuskan bahwa 25 tahun bersama Naif dirasa cukup. Ia merasa sudah saatnya untuk berkarier dalam bidang lain.
Selepas keluar dari Naif, Emil menggeluti bisnis. Ia membuka usaha pabrik sepatu, sekaligus membuka wedding catering. Tujuannya adalah memberi lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar rumahnya. Ia juga akan memfokuskan diri pada kegiatan sosial. ’’Membantu mereka yang kesusahan akibat pandemi. Istilahnya berbuat lebih untuk bangsa,’’ ujarnya.
Berbeda dengan Emil, Pepeng memilih untuk tetap berkarir di jalur musik. Ia mendirikan grup bernama FNF Project.
Meski keduanya telah keluar dari Naif, Emil mengaku masih menjaga hubungan baik dengan kawan-kawannya. ’’Kami tak ada masalah personal. Semuanya masih seperti saudara. Bahkan Ramadan kemarin kami masih saling mengirim ucapan maaf. Naif boleh selesai, tapi hubungan silaturahmi tetap terjaga,’’ tegasnya.
Sederhana tapi Berkarakter
Tentu banyak yang menyayangkan bahwa band besar seperti Naif bubar. Mereka telah cukup lama menghiasi dunia musik Indonesia dengan lagu-lagu hits bernuansa lawas. Tepatnya dari era 60an dan 70an. Aksi panggungnya juga mendukung. Mereka sering mengenakan kemeja ketat, celana pipa, atau vest.
Nama Naif diambil dari celetukan kawan mereka yang bernama Dodot. Dulu… dulu banget saat Naif belum terkenal, Dodot sering mendengarkan lagu-lagu David, Jarwo, Emil, Pepeng dan Chandra. Ia spontan menyebut lagu-lagu itu Naif. Sederhana, namun berkarakter dan harmonis. Kata itu akhirnya dipakai sebagai nama band. Karena mudah diingat juga.
Naif mulai melejit pada 1998. Setelah album perdana mereka di bawah naungan Bulletin Records—yang bertajuk Naif—berhasil menarik minat pendengar. Salah satu hitsnya adalah Mobil Balap. Sepanjang karir, Naif telah menelurkan 11 album.
Pada 2009, Rolling Stones Indonesia memasukkan dua lagu Naif dalam daftar lagu Indonesia terbaik sepanjang masa. Yakni Mobil Balap (urutan ke-55), yang juga menjadi lagu paling populer Naif di setiap konser. Sedangkan Posesif berada di urutan ke-96. Sebagai lagu mereka yang paling dikenali. Mengapaaaa… aku begini…
Sayang seribu sayang, musikalitas yang mumpuni tak menjamin mereka bertahan. Pada ulang tahun perak, Naif justru tinggal kenangan. Meskipun ia tak akan mudah dilupakan dari dunia musik Indonesia.
Meski kita benci mendengar kabar bubarnya Naif, kebencian itu senantiasa menjadi alasan untuk tetap mencintai lagu-lagu mereka. Seperti halnya lantunan David dalam Benci untuk Mencinta:
Aku tak tahu apa yang terjadi
Antara aku dan kau
Yang kutahu pasti... ku benci untuk mencintaimu…
Sumber: