Islam Meluruskan Mitologi Gerhana Bulan

Islam Meluruskan Mitologi Gerhana Bulan

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

AMEG - Gerhana bulan, sebuah fenomena alam. Seiring usia jaman, peristiwa alam ini melahirkan bermacam mitologi di berbagai belahan bumi. 

Masyarakat Cina kuno, mempercayai gerhana terjadi karena naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana sebagai “chih” yang artinya “memakan”. 

Begitu juga di Jepang. Dulu orang percaya, gerhana terjadi karena ada racun yang disebarkan ke bumi. Untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun tersebut, maka masyarakat menutupi rapat sumur-sumur mereka. 

Di Indonesia, khususnya Jawa. Ada kepercayaan gerhana bulan terjadi karena sang Batara Kala alias raksasa jahat, memakan bulan. Mereka kemudian beramai-ramai memukul kentongan pada saat gerhana untuk menakut-nakuti dan mengusir Batara Kala. 

Orang Quraisy di Arabia, mengaitkan gerhana bulan dengan kejadian-kejadian tertentu di bumi Seperti adanya kematian atau kelahiran seseorang. Kepercayaan ini dipegang secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat di zaman itu.

Di zaman Rasulullah SAW, pernah terjadi gerhana matahari. Pada saat yang sama putra beliau bernama Ibrahim bin Muhammad meninggal dunia. Sebagian orang menghubung-hubungkan dan mengaitkan peristiwa alam tersebut dengan kematian putra beliau. Mereka beranggapan, gerhana bulan sebagai wujud alam ikut berduka atas kematian putra Rasul Allah SAW. 

Semua kepercayaan di atas adalah mitos atau takhayul. Salah satu penyebabnya karena pengetahuan masyarakat tentang alam masih sederhana. Mereka masih diliputi keyakinan paganism atau penyembahan kepada para dewa.
Islam pun meluruskan. Seperti yang disampaikan Dr H Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini menyampaikan pada pwmu.co sebagai berikut.

Rabu 26 Mei 2021, terjadi gerhana bulan total dan prosesnya dapat diamati di seluruh wilayah Indonesia. Di antara misi Islam adalah melenyapkan mitologi dari keyakinan manusia. 

Mitologi adalah kepercayaan-kepercayaan yang bersemayam dalam jiwa masyarakat tetapi tidak memiliki dasar nalar dan wahyu. Dahulu orang orang Romawi memberi nama hari-hari mereka dengan nama dewa-dewa yang mereka sembah dan mereka agungkan. 

Sunday: hari untuk menyembah dewa matahari. Monday: hari untuk menyembah dewa rembulan. Saturday: hari untuk menyembah dewa Saturnus. 

Kemudian Islam melenyapkan mitologi tersebut dengan memberi nama hari berdasarkan urut-urutannya. Ahad, isnain, tsulatsa’, arbi’a’, khamis, jumu’ah dan sabtu.

Demikian juga dalam masalah gerhana ini. Rasulullah saw, menjelaskan rembulan (bulan) atau matahari adalah benda langit. Seperti benda-benda langit lainnya, yang merupakan tanda tanda keagungan Allah, tanda-tanda kemutlakan kuasa Allah swt, atas semua makhluk-Nya. 

Fenomena alam yang berwujud gerhana baik matahari ataupun rembulan, bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Melainkan peristiwa alam yang akan memperkuat iman kita, semakin mendekatkan kita kepada Allah Swt. 
Sebagaimana sabda Rasullah SAW riwayat al-Bukhari dari Aisyah RA:


عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ فَق فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Sumber: