Aktivis KAMI Adukan Masalah TKA China ke Komisi IX DPR

Aktivis KAMI Adukan Masalah TKA China ke Komisi IX DPR

AMEG - Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mewujudkan rencananya berkunjung ke Komisi IX DPR, di Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/21). Mereka menggugat berbagai bentuk penjajahan oleh TKA China pada industri mineral nasional.

Para aktivis KAMI yang hadir, antara lain Marwan Batubara, Adhie Massardi, Said Didu, MS Kaban, Gde Siriana, Radhar Tribaskoro, dan Sadun. Mereka diterima Wakil Ketua Komisi IX DPR, Melki Lakalena, dan anggota Komisi IX seperti Sri Meliyana, Krisdayanti, Netty Aher, dan Mesakh Mirin.

Sebagai SDM-LH KAMI, Marwah Batubara mengatakan, Indonesia memiliki cadangan mineral cukup besar di dunia, yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ternyata, pada industri nikel terjadi banyak masalah, sehingga manfaat ekonomi dan keuangan yang diharapkan, tak kunjung dapat diraih.

“Justru tenaga kerja lokal dan pribumi terpinggirkan, akibat kebijakan dan penyelewengan seputar TKA China,” tuturnya.

Menurutnya, KAMI menemukan banyak pelanggaran hukum, merugikan negara dan merampas hak rakyat untuk bekerja.

Meski sudah digugat berbagai kalangan, termasuk Ombudsman, anggota DPR, serikat pekerja, pakar-pakar, pengurus partai dan Ormas, namun masalah TKA China tetap berjalan lancar tanpa perbaikan, sanksi atau tersentuh hukum.

Mereka (para TKA China) seolah mendapat perlindungan dan jaminan dari oknum-oknum tertentu, termasuk oligarki penguasa-pengusaha. Mereka mendapat berbagai pengecualian, fasilitas dan kemudahan, antara lain dengan dalih sebagai penarik investasi/FDI, penggerak ekonomi nasional dan daerah, serta status sebagai proyek strategis nasional (PSN).

“TKA China yang masuk Indonesia, terutama pada industri nikel dan bauksit, diindikasikan mencapai puluhan ribu orang, terutama Sulawesi, Halmahera dan Kepulauan Riau. Cukup banyak pelanggaran yang terjadi, namun langkah korektif dan sanksi hukum tidak jelas dan berujung,” tegasnya.

Selain itu, kedatangan TKA China juga tidak berjalan paralel dengan penyerapan tenaga kerja lokal secara seimbang. Mereka bekerja dengan melanggar berbagai peraturan yang berlaku, seperti UU 13/2013 tentang Ketenagakerjaan, Permen Ketenagakerjaan 10/2018 tentang Tata Cara Penggunaan TKA, dan Kepmen Tenaga Kerja No 228/2019 tentang Jabatan Tertentu oleh TKA, dan UU No.6/2011 tentang Keimigrasian.(*)

Sumber: