Musik Terbukti Memiliki Kekuatan Menyembuhkan
A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Musik punya kekuatan menyembuhkan? Ah, itu hanya kata-kata para musisi romantis? Tidak juga. Sudah banyak penelitian medis membuktikannya. Para dokter di rumah sakit Mount Sinai, New York, menyertakan terapi musik untuk mengiringi berbagai treatment.
____________
’’FOKUS pada bunyi musiknya,’’ kata Andrew Rossetti, ketika menangani Julia Justo, seorang pasien kanker. Terapis musik berijazah itu memetik pelan gitar Spanyol-nya. ’’Pejamkan matamu. Pikirkan tempat di mana kamu merasa aman dan nyaman,’’ tuturnya. Sembari terus memainkan gitar. Membunyikan melodi indah yang menenangkan.
Terapi musik bukan hal yang diharapkan Justo ketika pindah dari Argentina ke AS, pada 2016. Dia harus menjalani perawatan kanker di Klinik Mount Sinai Beth Israel Union Square, New York. Salah satu terapinya adalah radiasi. Yang membuat dia gelisah parah. ’’Tapi dengan terapi musik oleh dr Rosetti, aku merasakan perbedaan yang tajam. Aku merasa jauh lebih rileks,’’ tutur perempuan berprofesi desainer grafis dikutip New York Times.
Justo ketagihan dengan terapi itu. Setelah sembuh dari kanker, dia mengunjungi Rossetti di Mount Sinai sepekan sekali. Riff gitar dan latihan visualisasinya membantu Justo mengatasi berbagai keluhan yang lain. Seperti sulit tidur dan kepanikan.
Kekuatan musik untuk menyembuhkan sudah banyak diakui. Aristoteles, Pitagoras, hingga penyanyi folk Pete Seeger bilang begitu. Namun, kini hal tersebut sudah divalidasi oleh riset-riset medis. Terapi musik bisa digunakan untuk merawat pasien asma, autis, depresi, serta gangguan syaraf. Seperti Parkinson, alzheimer, epilepsi, hingga stroke.
Live music sudah merambah berbagai bangsal rumah sakit. Seperti di ruang tunggu bagian onkologi. Tempat pasien kanker menanti giliran radiasi atau kemoterapi. Juga di ruang NICU.
Tempat bayi-bayi yang membutuhkan perawatan intensif sedang berjuang. Memang, musik tidak pernah menjadi treatment tunggal. Ia mengiringi prosedur medis yang lain. Misalnya operasi.
Namun, penggunaan musik terbukti meningkatkan keberhasilan prosedur tersebut. Nada-nada yang indah membantu pasien meredam stres. Serta merangsang sel-sel tubuh menyembuhkan diri sendiri.
’’Pasien di rumah sakit itu kan selalu diapa-apakan. Selalu menjalani prosedur yang menyakitkan,’’ kata Rossetti. ’’Dengan terapi musik, kami memberikan sumber daya buat badan mereka. Yang bisa mereka atur sendiri. Untuk tetap merasa tenang dan santai. Kami mengajak mereka berperan aktif dalam proses penyembuhan penyakit mereka,’’ lanjut doktor psikoterapi musik dari Universitas Jyvaskyla, Finlandia, itu.
Selama pandemi Covid-19, Rossetti tetap memainkan live music buat pasien-pasien di Mount Sinai. Di masa seperti ini, lebih banyak lagi orang mengalami depresi. Juga anxiety serta serangan panik. Ia juga mengorganisasi program musik khusus buat paramedis. Yang banyak mengalami trauma setelah bertarung di garis depan. Rossetti dan timnya menampilkan live music di bangsal perawat saat jam-jam makan siang.
Terapi Musik Punya Manfaat Nyata
MUSIK bukan hanya berperan sebagai mood booster dalam sebuah treatment medis. Makin banyak riset yang menyebut bahwa musik yang dimainkan saat terapi, punya manfaat nyata.
Dari review sekitar 400 hasil riset yang dilakukan di McGill University pada 2013, diperoleh kesimpulan menyenangkan. Bahwa mendengarkan musik sebelum operasi lebih efektif untuk meredakan kegelisahan daripada obat-obatan.
"Musikk membawa pasien ke situasi yang mereka akrabi. Musik menenangkan mereka tanpa efek samping,’’ kata Manjeet Chadha, direktur bagian onkologi radiasi di Mount Sinai Downtown, New YorkMusik juga terbukti dapat meredakan fobia. Dr Rossetti pernah menangani pasien kanker payudara yang mengalami claustrophobia. Atau ketakutan terhadap ruang sempit. Fobia itu muncul setelah dia tertimbun reruntuhan beton sekitar 20 tahun lalu. Tepatnya ketika terjadi serangan 9/11 terhadap gedung World Trade Center.
Sumber: