R.A. Kartini Sang Inspirator Pendidikan
Mengenang Sosok R.A. Kartini
R.A. Kartini merupakan nama seorang salah satu pahlawan perempuan di Indonesia. Mengenang sosok R.A. Kartini, mengingatkan kepada kita terhadap perjuangan beliau untuk menyetarakan hak kaum perempuan dan kaum laki-laki untuk memperoleh pendidikan. Di mana pada zaman itu, perempuan dilarang untuk mengenyam pendidikan. Semasa kecil beliau merasa diperlakukan berbeda dengan saudara-saudaranya yang berjenis kelamin laki-laki, sehingga membuatnya berpikir kenapa dia tidak mendapatkan hak yang sama dengan saudara-saudaranya. Untuk memfasilitasi sesama kaum perempuan agar dapat memperoleh pendidikan, beliau berjuang dengan mendirikan sekolah gratis yang diperuntukkan untuk perempuan. Perempuan diajarkan untuk menjahit, menyulam, dan memasak.
R.A. Kartini pernah menempuh pendidikan di pesantren. Beliau merupakan sosok yang pintar, sehingga sering memprotes gurunya dalam pembelajaran. Banyak hal yang ditanyakan oleh beliau, termasuk kenapa laki-laki boleh melakukan poligami. Bahkan, ada beberapa pertanyaan dari beliau yang sulit dijawab oleh guru di pesantrennya, sehingga beliau dikirim ke ulama besar lain. Salah satu pertanyaan yang diajukan oleh beliau adalah mengapa perempuan menstruasi tidak boleh melakukan ibadah sholat. Pada usia 12 tahun R.A. Kartini harus dipingit, karena tradisi pada zaman itu. Beliau merasa terbelenggu karena merasa tidak bebas, tetapi waktu luang yang digunakan oleh beliau tidak dihabiskan dengan diam, melainkan dengan banyak membaca buku dan menulis surat untuk sahabat penanya yang berada di Belanda.
Banyak yang ditulis dalam surat-surat R.A. Kartini, bahkan sampai 32 paragraf. Kumpulan surat-surat yang ditulis oleh beliau dibukukan menjadi buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Begitu banyak pemikiran-pemikiran beliau yang dituliskan dalam surat-suratnya terutama perjuangan akses pendidikan bagi kaum perempuan. Dalam surat yang ditulis oleh beliau kepada sahabatnya bernama Stella Zeehandelaar (dalam Muthoifin, Ali, dan Wachidah, 2017) pendidikan bagi Kartini merupakan suatu alat yang digunakan untuk membuka pikiran masyarakat ke arah modernitas. Laki-laki dan perempuan bisa saling bekerjasama menuju peradaban membangun bangsa. Perempuan memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan. Tujuan pendidikan yang digagasnya yaitu menjadikan perempuan sebagai orang yang cakap dan baik, yang sadar akan panggilan budinya, serta sanggup menjalankan kewajibannya yang besar dalam masyarakat. Kewajiban menjadi ibu yang baik, guru yang bijaksana, mampu mengelola keuangan rumah tangga, serta dapat menjadi pembantu bagi siapapun yang membutuhkan.
Spirit Menempuh Pendidikan Tinggi untuk Perempuan
Sebagai kaum perempuan hendaknya tidak menyia-nyiakan perjuangan R.A. Kartini. Kaum perempuan berhak untuk melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi. Apabila kita memiliki kesempatan untuk dapat menempuh pendidikan, maka gunakanlah dengan sebaik-baiknya. Banyak perempuan-perempuan di luar sana yang ingin mengenyam pendidikan yang tinggi, tetapi terkendala biaya atau tidak adanya dukungan dari keluarga. Walaupun zaman sekarang sudah berubah, tetapi masih banyak masyarakat terutama yang di desa kurang begitu memperhatikan tentang pendidikan, terlebih lagi pendidikan bagi kaum perempuan. Masyarakat di desa masih banyak yang berpikiran bahwa perempuan pada akhirnya hanya menjadi sosok istri yang hanya berkutat di dapur, sumur, dan kasur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Tidak ada gunanya bagi orang tua untuk membiayai pendidikan anak perempuan secara mahal-mahal. Hal tersebut merupakan salah satu pemikiran warga masyarakat di desa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Tugurejo Kabupaten Blitar, kesenjangan pendidikan perempuan benar-benar terjadi. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, yaitu ekonomi, budaya, lingkungan, pergaulan, pola pikir, serta sarana dan prasarana yang minim (Incing, Hardianto, Rusmiwari, 2013). Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2018) sebesar 93,99% perempuan usia 15 tahun ke atas yang melek huruf. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai angka 97,33% yang melek huruf. Selain itu hanya 32,53% perempuan usia 15 tahun ke atas berpendidikan tertinggi minimal SMA.
Pemikiran di atas hampir sama diungkapkan Syamsiyah (2015) bahwa angka partisipasi pendidikan bagi kaum perempuan masih rendah. Beberapa penyebab yang menjadi alasannya yaitu: Pertama, pandangan teologis bahwa perempuan adalah bagian dari laki-laki. Kedua, pandangan sosiologis, bahwa perempuan dalam banyak hal diposisikan berada di rumah. Ketiga, pandangan psikologis, bahwa perempuan dianggap tidak penting untuk berpendidikan karena posisinya lebih banyak menjadi istri. Keempat, pandangan budaya, adanya anggapan bahwa perempuan merupakan sosok manusia yang secara kebudayaan memang tidak memerlukan pendidikan tinggi. Kelima, pandangan ekonomi, bahwa perempuan yang tidak melanjutkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi.
Begitu banyak faktor yang menjadi penyebab perempuan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bagaimana bisa perempuan tidak memperoleh pendidikan yang tinggi, padahal mereka merupakan guru pertama bagi anak-anak mereka. Perempuan Indonesia harus berubah terutama perempuan-perempuan yang ada di desa. Semangat R.A. Kartini yang memperjuangkan perempuan agar memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki harus kita lanjutkan dengan ikut berjuang untuk menempuh pendidikan hingga ke jenjang yang tinggi.
Memaknai Peringatan Hari Kartini yang Sebenarnya
Peringatan hari Kartini yang selalu kita peringati pada tanggal 21 April setiap tahunnya karena merupakan hari lahirnya R.A. Kartini, kita sebaiknya tidak boleh hanya memperingatinya dengan memakai baju-baju adat ataupun kebaya, seremoni, perayaan, atau pidato-pidato. Lebih dari itu, peringatan hari Kartini adalah memahami dengan benar perjuangan beliau, sehingga kita dapat melakukan perubahan terhadap diri kita masing-masing. Berkat perjuangan beliau, kaum perempuan pada saat ini memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki untuk memperoleh pendidikan. Pada saat ini begitu banyak profesi yang bisa dimiliki oleh kaum perempuan, mulai dari Presiden, Menteri, anggota DPR, dokter, kepala sekolah, dan masih banyak yang lain. Sebagai contoh, kita mengenal Ibu Megawati, sebagai presiden, Ibu Risma sebagai Wali Kota Surabaya, dan Ibu Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur. Semangat yang diajarkan oleh R.A. Kartini adalah sebagai perempuan tetap harus memiliki pendidikan yang tinggi. Hal ini disebabkan begitu banyak peran yang dapat dilakukan oleh perempuan. Ibu, itu adalah salah satu peran perempuan. Sebagai ibu, perempuan harus dapat memberikan pendidikan dini pada anak-anak mereka.
Masa pendemi yang ada di Indonesia yang sudah berjalan setahun lebih menyebabkan salah satu perubahan untuk perempuan yang berperan sebagai ibu. Banyak sekali kaum ibu yang harus bersekolah lagi di PAUD, TK, SD, maupun SMP. Hal ini disebabkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara daring, sehingga menuntut para ibu untuk dapat memberikan pendampingan terhadap anak-anak mereka. Mau tidak mau, sosok ibu harus bisa menjadi guru yang secara langsung mengajar anak mereka menggantikan sosok guru di sekolah. Bagi perempuan yang memiliki pendidikan yang tinggi tidak akan kesulitan untuk menggantikan sosok guru di sekolah. Berbeda halnya dengan perempuan yang bisa dibilang kurang dalam hal pendidikan. Mereka akan kesulitan untuk menjadi sosok guru. Bahkan untuk mengajarkan hal-hal yang sederhana.
Untuk kaum perempuan, mari kita berubah dari sekarang. Kita berjuang agar dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Mari kita menjadi sosok ibu yang bisa menjadi guru terbaik bagi anaknya. Mari kita menjadi pemimpin yang berilmu pengetahuan, sehingga tidak akan ada yang meremehkan. Mari kita menjadi pribadi yang tangguh, sosok pendukung yang hebat bagi kesuksesan laki-laki, baik itu bagi sosok ayah, suami, ataupun anak. Perempuan memang dilahirkan berbeda dengan laki-laki, tetapi perempuan dapat menjadi sosok yang membuat kesuksesan seorang laki-laki. Emansipasi perempuan bukan berarti menentang kodrat, tetapi penyetaraan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan, memperoleh pekerjaan, dan memperoleh karir atau jabatan. Perempuan tetap menjadi sosok istri bagi suaminya, ibu bagi anaknya, dan anak dari ayahnya. Perempuan memiliki peran yang istimewa. Dia sosok yang tangguh walaupun rapuh. Dia sosok yang feminim tetapi kuat. Dia sosok yang paling mudah menangis tetapi yang paling tegar. Hari Kartini merupakan momen yang tepat bagi kebangkitan kaum perempuan agar berubah menjadi pribadi yang patut diteladani. Dengan melanjutkan cita-cita perjuangan R.A. Kartini untuk emansipasi bagi perempuan, kita sebagai perempuan mari bersemangat untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya melalui pendidikan yang lebih tinggi. Kaum perempuan jangan hanya puas pada lulusan pendidikan di tingkat SMA atau sederajatnya. (*)
*Penulis : Miftahul Jannah - Guru SMK Mutu Gondanglegi
Sumber: