Tumbuh 2 D
AMEG - Baru sekarang saya tahu: mengapa di sekitar Lebaran lalu PSPB dilonggarkan selonggar-longgarnya.
Sampai tempat rekreasi seperti Ancol kebanjiran turis lokal. Sampai beredar foto viral di medsos pantai Ancol padat manusia. "Ini akan bisa seperti India," komentar di medsos saat itu. Prihatin. Ngeri. Kebayanglah apa yang belum lama terjadi di India. Ketika ratusan ribu orang melakukan ritual terjun ke sungai Gangga.
Lalu terjadilah gelombang kedua Covid-19 di sana. Pandemi gelombang dua itu begitu hebat. Sampai nama virusnya pun menakutkan: varian India –sebelum akhirnya nama itu diubah menjadi varian D.
Mengapa saat itu PSPB dilonggarkan? Saya membayangkan: seandainya saya presiden, apakah saya juga akan melonggarkan PSPB?
Jawabnya bisa ''iya'' dan bisa ''tidak''.
Pak Jokowi, sebagai presiden, kelihatannya juga berada di tengah-tengah: mudik dilarang tapi pulang kampung boleh.
Hasil pelonggaran PSPB saat itu terlihat sekarang: pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 menjadi positif. Bahkan positifnya sangat tinggi.
Mengejutkan banyak orang: 7,07 persen. Itu kalau dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu: minus 5,32 persen.
Siapa pun yang menjadi pemerintah saat Lebaran itu pasti berpikir keras: bagaimana menyelamatkan wajah ekonomi Indonesia. Yang sudah 4 kali kuartal tumbuh negatif. Berturut-turut.
Negatif dua kali saja sudah dikategorikan resesi. Apalagi sudah 4 kali.
Data itu akan hidup abadi: Indonesia tumbuh negatif 4 kali kuartal. Benar-benar bahaya. Tidak boleh lima kali. "Apa pun risikonya," mungkin begitu jalan pikiran pembuat skenario.
Tentu tidak terbayangkan kenyataan yang terjadi melampaui apa yang diskenariokan. Sampai nggegirisi: pernah sehari angka penderita Covid kita mencapai 50.000; angka kematian 2.000. Sampai kita beberapa kali menjadi rekor dunia.
Itu juga akan dicatat sebagai data abadi. Di bidang kesehatan.
Kini pemerintah tentu lega: ekonomi tumbuh 7,07 persen. Cukup tinggi. Stigma selalu negatif pun hilang.
Sumber: