6 ABK Asal Malang Raya Terombang-ambing 5 Bulan di Pulau Guam
AMEG - Sungguh miris melihat nasib sembilan orang ABK asal Indonesia ini. Mereka harus terombang-ambing tanpa kepastian di atas Kapal MV Voyager yang saat ini bersandar di Pulau Guam, Amerika Serikat. Sudah lima bulan lamanya mereka harus hidup di kapal tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun sembilan orang ABK itu rata-rata berasal dari kawasan Malang Raya. Dua orang ABK asal Kota Batu, empat orang asal Kota Malang dan sisanya merupakan warga Sidoarjo, Blitar dan Lumajang.
Kesembilan ABK tersebut bisa terkatung-katung disitu karena ditinggal bos pemilik kapal tersebut. Diketahui bos mereka berasal dari Kanada. Dia diduga kabur dan lepas tangan tak mau memulangkan dan menggaji ABK tersebut.
Selama lima bulan, terombang-ambing di lautan kebutuhan harian mereka seperti makan dan minum terbantu oleh salah satu agensi kapal di sana. Saking gawatnya situasi di sana. Mereka sampai membentangkan spanduk bertuliskan ''We want to repatried, to be paid our salaries (5 months). Our family at home into danger. No income for living & study fee. Our mentality completely down. Our family needs our support,''.
Salah seorang ABK asal Kota Batu, Ali Akbar menuturkan jika dirinya bersama delapan orang rekannya telah terombang-ambing hidup di atas kapal sejak bulan Juli 2021 lalu.
"Mulanya kami berangkat dari Bali menuju Guam untuk menjual kapal tersebut. Namun setelah tiba di lokasi pembeli mengurungkan niatnya untuk membeli kapal," beber dia, Kamis (28/10/2021).
Lalu setelah mengetahui hal tersebut, pihaknya langsung menghubungi pemilik kapal. Namun sayangnya pemilik kapal asal Kanada itu hanya memberikan janji. Tak berhenti di situ, dirinya juga menghubungi KJRI di AS, namun hanya diberikan jawaban 'masih proses dan lebih banyak berdoa'.
"Oleh KJRI kami hanya diberi bahwa saat ini masih proses dan disuruh memperbanyak doa. Namanya doa kalau tidak ada usaha ya sama saja," gerutunya
Malang bagi mereka, selain ketidakjelasan itu, kesembilan ABK tersebut juga tidak bisa turun ke daratan karena kendala izin. Ini berarti selama 5 bulan lamanya mereka hidup terpenjara di atas kapal.
"Intinya saat ini kami ingin pulang. Bahkan saat istri saya melahirkan tidak sempat mendampingi. Anak pertama saya sudah lahir dan saya belum pernah ketemu langsung. Bahkan ada ABK lain yang bapaknya meninggal, tapi juga tidak bisa pulang,'' ungkap pria 27 tahun itu.
Meski begitu, dia mengungkapkan, secara kondisi fisik dirinya sangat sehat. Namun tidak untuk kesehatan mental kesembilan ABK tersebut.
Sementara itu, Rani Septi Ridwan yang merupakan isteri Ali Akbar menceritakan, saat pertama kali berangkat ke AS usia kandungnya masih 4,5 bulan. Dan saat ini putra pertamanya sudah lahir dan berusia 1,5 bulan.
''Anak saya belum lihat bapaknya sama sekali. Selama ini kami hanya bisa komunikasi via ponsel. Saya harap Pemerintah Indonesia bisa memulangkan suami saya,'' harapnya.
Selama itu pula, Rani juga telah mencari berbagai cara, termasuk meminta bantuan anggota DPRD Provinsi. Namun, hasilnya belum menemui hasil yang bisa membuat tersenyum. Suaminya dan juga delapan ABK lainnya masih terkatung-katung di Pulau Guam tanpa kejelasan.
“Kami sudah meminta bantuan kepada kerabat dan anggota DPRD Provinsi. Tapi ya belum ada kejelasan pasti,'' tandasnya.
Sumber: