Kawasan Pesisir Malang Selatan Minim Benteng Hijau
AMEG - Bencana gempa di Kabupaten Malang, yang terjadi 10 April 2020 lalu, dampaknya masih dapat dirasakan. Termasuk menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah pihak. Yang terkait kemungkinan terjadinya bencana susulan. Meski para ahli dan sejumlah pihak sudah menyebut, gempa berkekuatan 6,1 skala richter (SR) itu tidak berpotensi tsunami. Namun kekhawatiran itu tetap ada. Apalagi, setelah gempa pertama yang terjadi sekitar pukul 15.00 tersebut, diikuti beberapa kali gempa susulan hingga 11 April 2021. Menurut Lembaga Konservasi Sahabat Alam Indonesia, kekhawatiran akan terjadinya bencana tersebut, menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Karena edukasi tentang mitigasi bencana, khususnya di kawasan pesisir, dinilai masih minim. ‘’Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, kadang masih belum menjangkau tempat-tempat yang sama rawannya terhadap bencana. Seperti memperbanyak rambu-rambu, jalur evakuasi dan simulasi bencana. Hal ini terkait dengan keterbatasan anggaran setiap tahunnya,’’ ujar Founder Sahabat Alam Indonesia, Andi Syaifudin. Menurutnya, hal yang saat ini bisa dilakukan adalah menjahit stakeholder, serta bersinergi dengan non govenmental organisation (NGO), atau komunitas-komunitas sosial lingkungan berbasis akar rumput. Untuk memberikan sosialisasi dan edukasi, serta simulasi kebencanaan kepada masyarakat. ‘’Tujuannya, untuk memberi pendampingan kepada masyarakat. Sehingga mereka bisa mandiri dalam menyiapkan jalur evakuasi, menyiapkan rambu-rambu hingga merehabilitasi lingkungan sekitar,’’ imbuhnya. Sedangkan dari segi lingkungan, kata dia, kawasan pesisir Malang Selatan saat ini sudah banyak yang terdegradasi. Beralih fungsi lahan menjadi kawasan pertanian dan wisata. Menurutnya, hal ini bisa diupayakan dengan melakukan rehabilitasi kawasan. ‘’Menanam jenis-jenis mangrove dan tanaman hutan rimba. Atau menghutankan lagi dengan menanam pohon kayu, yang masih memiliki nilai ekonomis. adang warga juga tidak mau menanam yang tidak ada nilai ekonomisnya. Kini harus dilakukan untuk membentuk kawasan 'benteng hijau' atau 'sabuk hijau' di kawasan pesisir,’’ terang Andi. Menurutnya hal itu sangat perlu dilakukan di kawasan pesisir Malang Selatan. Mengingat garis pantainya, yang berbatasan langsung dengan Sanudera Hindia. Akan sangat membantu mengurangi energi gelombang dan meminimalisir dampak jika terjadi tsunami. ‘’Peran masyarakat sangat penting sebagai benteng sosial pelindung kawasan pesisir. Seperti Powasmas bentukan dinas kelautan dan lembaga-lembaga lain. Seperti LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), KTH (Kelompok Tani Hutan) dan pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Jika kawasan terlindungi, juga bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga. Seperti wisata edukasi, ekowisata, budidaya ikan, pemancingan ikan dan lain-lain,’’ jelas dia. Sehingga menurutnya, harus ditanamkan bahwa semakin lestari, juga akan semakin sejahtera. Serta dapat meminimalisir bencana. ‘’Jika kita menjaga alam, maka alam akan menjaga kita dengan segala nilai manfaatnya. Intinya peran semua pihak diperlukan. Tidak hanya menunggu dari pemerintah. Semua tanggung jawab bersama,’’ pungkasnya. (avi)
Sumber: