Harga Migor Tidak Berubah, Disperindag Fokus Pasokan Distributor

Harga Migor  Tidak Berubah,  Disperindag Fokus Pasokan Distributor

AMEG - Per 1 Februari 2022 kemarin, harga baru minyak goreng bersubsidi kembali ditetapkan pemerintah. Pekan ini, Disperindag pasar bakal memfokuskan monitoring ke distributor dan toko moderen.

Menyusul harga minyak goreng bersubsidi ini, sebenarnya sudah banyak dikeluhkan masyarakat. Ini karena ketersediaan migor dengan Rp 14.000/liter ini menjadi sulit ditemukan di banyak penjual dan peritel.

Pihak Disperindag pasar memastikan sudah melakukan monitoring soal harga migor Rp 14 ribu ini, pada 24 Januari 2022 lalu.

Kadisperindag pasar Kabupaten Malang, Agung Purwanto menegaskan, pantauan harga subsidi sudah dilakukan di beberapa pasar dan toko ritel moderen. Akan tetapi, menurutnya di sejumlah tempat belum ada perubahan harga minyak Rp 14.000/liter.

"Iya, (ada) yang masih pakai harga di atas Rp 14 ribu/liter, itu karena kulakan awalnya masih dengan harga lam. Akan terus kita pantau," tandas Agung, Rabu (2/2/2022) siang.

Akan tetapi, Agung enggan berkomentar lebih jauh, terkait kapan batas akhir yang diberikan untuk penyesuaian ini.

Terpisah, Kabid Perdagangan Disperindag Pasar, Hasan mengungkapkan, kegiatan monitoring juga dilakukan pekan ini, selama tiga hari hingga Jumat (4/2/2022) mendatang.

"Sampai Jumat (4/2/2022), kami lakukan monev lagi ke distributor dan toko-toko moderen. Di Kabupaten Malang, jumlah distributor pemasok minyak goreng bersubsidi yang terdaftar ada 2 (dua)," jelas Hasan.

Kebijakan satu harga minyak goreng ini belum dibarengi sepenuhnya ketersediaan pasokan, baik di distributor maupun ke ritel penjual di pasaran.

Hal ini seperti juga diakui seorang sumber ameg.id, yang sehari-hari mengirim bahan pokok dari sebuah perusahaan distributor di kawasan Kebonagung Pakisaji.

Menurut sumber ini, ada pengurangan pasokan minyak goreng dibanding sebelum diberlakukan satu harga Rp 14.000 perliter. Ia memperkirakan, pengurangan ini karena pasokan dibatasi dari produsen.

Ia mengaku, biasanya grosir pelanggan bisa order hingga 350 kemasan lebih, namun kini hanya dijatah sekitar 100 kemasan. Pengurangan juga berlaku bagi penjual ritel (eceran).

Sebagai karyawan penjualan (sales), kondisi ini bisa mengurangi tambahan pendapatannya, berupa insentif hasil penjualan. Menurutnya, sales mendapatkan insentif jika mencapai target penjualan mas.

"(Penjualan) minyak goreng subsidi kan tidak ada target. Jadi, ya gak ada tambahan insentif juga," akunya. (*)

Sumber: