Tol Al Haka
"Dengan doa bensin bisa bertambah?" tanya saya.
Belum lagi terjawab, terlihat tanda menggembirakan itu: rest area Km 272. Ada tanda pompa bensin di papan itu –berarti bisa isi BBM di situ.
"Horeeee…," teriak mereka hampir serentak.
Saya belum berani ber-horeee. Saya punya pengalaman pahit: di rest area setelah Brebes, Jateng, gambarnya ada tapi pompa bensinnya tidak ada. Di Google juga ada, tapi di lapangan tidak ada.
Saya berharap itu tidak terjadi lagi di sini.
Terjadi!
Tidak apa-apa. Ada banyak kelapa muda di rest area itu. Beberapa lelaki duduk-duduk di situ. Mereka adalah jalan keluar itu: beli bensin 10 liter di kampung terdekat. Pakai jerigen. Rest area dengan pom bensin ada di 49 Km di depan.
Begitu melewati Hollywood kami senang: nyaris tiba di Palembang. Kota itu memang sudah kelihatan. Justru pintu tol yang tidak tampak: tertutup oleh deretan truk yang lagi antre. Panjang sekali. Macet total. Sepanjang setengah kilometer.
Hampir setengah jam kami antre di dekat Palembang. Sistem pembayarannya macet. Sudah satu jam. "Baru sekali ini terjadi," kata petugas.
Macet panjang itu menggembirakan: pertanda pemakai tol ini sudah ramai. Tidak sepi seperti kesan yang saya peroleh dari media selama ini.
Dan memang saya mengalami sendiri: tol ini cukup ramai. Orang Palembang kini pilih rekreasi ke Lampung. Saya bertemu orang Palembang di hotel di Lampung. Di rest area. Di masjid Hikmah. Semua mengatakan akan rekreasi di Lampung.
Tujuan pujaan mereka ternyata ini: Pantai Sari Ringgung. Atau ke satu pulau ini: Pahawang. Yang pantainya juga bagus. Di seberang Pantai Sari Ringgung.
Jalan tol telah menyatukan ekonomi dua provinsi itu. Nama Hutama Karya terpatri di situ. Awalnya memang sulit, akhirnya terwujud juga. Alhamdulillah. Masjid di semua rest area pun diberi nama Al Hikmah. Saya sempat keliru membacanya: Al HK. Ada unsur HK di dalamnya. (Dahlan Iskan)
Sumber: