Bos Kapal Api Dulu Disebut ‘Arek Sempel’
“Jangan lupa, mereka berani bayar mahal lho! Ada yang satu paket perawatan sampai 10 juta bahkan 20 juta rupiah,” katanya.
Melihat peluang itu, Soedomo pun mengambil alih perusahaan kecantikan dengan brand Miracle dan Meliderma. Di Surabaya, kedua klinik kecantikan ini melayani dua kelompok masyarakat. Miracle untuk kelas atas, sedangkan Meliderma menyasar golongan menengah-bawah.
Atas dan menengah-bawah itu bukan sosiografis kelompok usia, melainkan strata ekonomi. “Yang punya kebutuhan perawatan wajah itu adalah wanita usia 30 tahun ke atas. Dan umumnya, usia segitu adalah wanita-wanita mapan, baik wanita karier maupun istri pejabat atau istri pengusaha,” tambah Soedomo.
Awalnya, ada saja yang mencemooh, “Wah… pak Domo sekarang bisnis salon kecantikan. Banyak cewek-cewek….” Berkata begitu Soedomo tertawa. Lalu ia melanjutkan. “Saya bilang begini. He… saya kasih tahu ya…. Yang datang ke salon saya itu bukan cewek-cewek ABG, tapi wanita-wanita yang takut kehilangan suaminya. Makanya mereka harus perawatan supaya selalu tampil cantik.” Lagi-lagi Soedomo tertawa sendiri dengan sanggahan atas cemoohan segelintir orang tadi.
Instink Soedomo benar. Kliniknya berkembang sangat baik. Saat ini, sudah ada 20 klinik kecantikan Miracle dan Meliderma di seluruh Indonesia. “Saya kasih tahu ya bapak-bapak…. Sekarang ini, yang namanya pensil alis, sangat penting bagi wanita,” kata Soedomo dengan ekspresi lucu, dan memancing tawa hadirin.
Kolaborasi
Doni Monardo bersama pengurus PPAD sedari tadi menyimak paparan Soedomo dengan takjub. “Begitulah kisah pak Soedomo mengembangkan Kapal Api, sampai saat ini berhasil menjadi brand terbesar ketiga di dunia,” kata Doni, disambut tepuk tangan hadirin.
Ke depan, Doni mengajak pengurus PPAD di seluruh Indonesia, utamanya yang memiliki minat, mengembangkan kopi. Doni sudah beberapa kali menghubungkan produsen kopi di berbagai daerah dengan Kapal Api. “Jadi tidak perlu khawatir masalah off taker. Kita punya pak Soedomo,” katanya.
Melalui kolaborasi, sesuatu bisa dengan mudah ditingkatkan volumenya menjadi besar. Doni kembali menukil sejarah VOC yang sukses besar dengan mengeksploitasi potensi rempah Nusantara. Termasuk kopi.
Sebagai penyuka kopi, Doni paham bagaimana karakter tanaman kopi yang tidak bisa hidup sendiri. Harus ada pohon pelindung. “Kopi butuh tanaman pelindung lain. Dan akar pohon kopi, menghunjam dalam. Saya pernah minta orang mencabut akar kopi, dan ketahuan panjang akar kopi bisa sampai 1,5 meter. Ini artinya, kopi tidak saja bagus untuk vegetasi yang memiliki fungsi ekologis, tapi juga ekonomis,” tambahnya.
Jadi kalau mau memulai usaha perkebunan kopi, harus ada yang berani merintis. Doni mencontohkan saat ia menggulirkan program Citarum Harum tahun 2017. Tidak ada dana, dan praktis minim dukungan. Semua berangkat dari nol. Tapi dengan kerja keras dan konsistensi, akhirnya membuahkan hasil.
Saat ini, masyarakat sudah merasakan manfaat Citarum yang bersih, tidak lagi menjadi sungai terkotor di dunia. Maka, di beberapa tempat, tumbuh spot pariwisata. Ada restorannya, ada cafenya, ada camping ground-nya. “Pariwisata tumbuh, masyarakat mendapatkan manfaat, dan akhirnya mereka senang memelihara alam,” kata Doni.
Doni juga meminta teman-temannya di PPAD belajar dari kisah sukses Soedomo Mergonoto. Termasuk kiprah jatuh-bangun membantu masyarakat menggeluti pertanian dan perkebunan. Terakhir, Soedomo bahkan mengembangkan bisnisnya ke bidang kecantikan.
“Kecantikan, akarnya juga dari produk rempah. Jadi, semakin banyak orang Indonesia memiliki sikap dan pola pikir seperti pak Soedomo, negara ini bisa menjadi negara besar dalam waktu cepat,” pungkas Doni Monardo.
Doni Monardo, membawa cakrawala baru dalam pemikiran para pengurus Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD). “Saya ajak pengurus ke sini, supaya tahu, bahwa perusahaan kopi terbesar itu adanya di Surabaya,” ujar Ketua Umum PP PPAD itu, di Surabaya, (9/3/2022). (Egy)
Sumber: