Lapangan Kerugian
KAREBOSI, saya datang. Jam 05.30 yang basah. Senin pagi (21/3/2022) kemarin. Untung ada lapangan upacara yang terbuat dari beton. Luas sekali. Bisa senam dansa di situ. Bersama pesenam Makassar. Dan tamu-tamu yang datang ke Makassar untuk Munas PSMTI —Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia.
Saya jadi ingat kehebohan Karebosi di masa lalu —15 tahun yang lewat. Juga ingat Karebosi di masa yang lebih jauh lagi —sebelum direnovasi. Yang kalau musim hujan sering tergenang. Persebaya pernah latihan di situ —sehari sebelum bertanding melawan Si Ayam Jantan dari Timur, PSM.
Saya jadi ingin bertemu Hasan Basri. Salah satu pengusaha terbesar di Makassar. Yang bermarga Tho. Yang merenovasi Karebosi 15 tahun lalu. Yang penuh dengan kontroversi. Sampai anaknya meninggal dunia —Hasan percaya akibat stres yang tak tertahankan.
Itu anak laki-laki pertama. Namanya: Nurdin Hasan. Nurdin-lah putra mahkota kerajaan bisnis Hasan. Ia yang setiap hari menghadapi persoalan Karebosi. Dihujat. Didemo. Diperkarakan. Dan jadi bulan-bulanan media.
Renovasi lapangan Karebosi itu ditentang banyak pihak. Harusnya Walikota Makassar saat itu, Ilham Arief Sirajuddin, yang jadi sasaran utama. Tapi Hasan dan anaknya lebih empuk untuk digebuki.
Suatu pagi di tahun 2010, Nurdin tidak bangun. Ia meninggal di tempat tidurnya, di rumahnya. Tanpa pernah sakit apa pun. Umurnya baru 36 tahun. Anaknya dua orang. "Ia tidak kuat menahan tekanan dan ancaman," ujar Hasan tadi malam.
Saya bertemu Hasan di lantai teratas hotelnya: Condotel Makassar. Lokasinya di sebelah lapangan Karebosi. Lantai paling atas ini menghadap langit. Dari sini bisa melihat Kota Makassar dari atas. Di waktu senja. Ketika matahari memerah di balik awan tipis. Termasuk bisa melihat pelabuhan Makassar di Barat, gedung Bosowa di Selatan, Graha Pena di Timur, dan Lapangan Karebosi di bawah.
Hasan sudah berumur 82 tahun. Masih gesit. Orang bilang, saya selalu berjalan sangat cepat —tapi Pak Hasan berjalan lebih cepat dari saya. Bicaranya bersemangat —dengan logat Makassar yang kental.
Saya jadi ingin tahu: berapa banyak Hasan dapat keuntungan dari renovasi Karebosi —kilometer 0-nya Makassar. Ia tertawa terbahak-bahak. Ia bilang telah menghabiskan uang Rp 200 miliar untuk membangun Karebosi. Uang yang ia dapat hanya Rp 30 miliar. Rugi besar. Ditambah kehilangan putra mahkota.
Ide merenovasi Karebosi itu datang dari Pemkot Makassar. Agar bisa menjadi taman kebanggaan Makassar. Diadakanlah sayembara desain "Karebosi Modern". Di tahun 2006. Pemenangnya PT Lintas Cipta Desain, Makassar.
Intinya: renovasi tidak bisa menggunakan anggaran Pemkot. Tidak ada anggaran untuk itu. Harus mengundang investor. Kompensasinya: investor boleh membangun mal di bawah lapangan itu.
Berdasar desain itulah diadakan tender. Yang mendaftar hanya satu perusahaan: PT Tosan Permai Lestari. Milik Hasan. Dengan Nurdin sebagai direktur utamanya.
Maka diadakanlah tender ulang. Beberapa pengusaha besar dilobi untuk ikut tender. Tidak ada yang mau. Termasuk Akhsa Mahmud —ipar Jusuf Kalla yang pengusaha besar itu.
Akhirnya hanya Hasan yang ikut tender. Maka Hasan-lah yang ditunjuk membangun. Dengan hak pengelolaan 30 tahun. Heboh. Luar biasa. Nurdin terus menghadapi kehebohan itu. Termasuk harus mengusir begitu banyak waria yang mangkal di situ. Kalau malam. Juga harus mengusir preman yang "bermarkas" di salah satu pojok lapangan 11 hektare itu.
Tapi yang paling berat adalah masalah sosial dan politik.
Sumber: