Rampas Motor di Lebak Bulus, Kajian Viktimologi
OYS ditangkap warga. Sempat dipukuli. Tapi polisi lewat dan membawa OYS ke Mapolsek Kembangan. "Tiga pelaku lain masih kami buru," kata AKP Reno.
Sederhana, konvensional, dan tanpa senjata. Pelaku mengandalkan keroyokan. Korban terlambat bertindak. Mestinya ia melawan sejak di TKP pertama. Karena para pelaku tidak bersenjata. Tapi, entah mengapa, ia baru melawan di TKP kedua.
Kasus itu dianalisis dari tiga narasumber, ada benang merah yang bisa diambil pelajaran.
Narasumber pertama, Martin F. Wolfgang dalam bukunya: "Victim Precipitated Criminal Homicide" (1957) memaparkan, perampok punya gambaran calon target. Mereka tidak memilih korban secara acak. Semakin sering penjahat merampok, mereka jadi ahli menentukan calon korban.
Buku Wolfgang mengulas viktimologi (ilmu tentang korban kejahatan). Viktimologi adalah anak dari kriminologi (ilmu tentang kejahatan). Di viktimologi dirinci tipologi calon korban kejahatan. Dengan mengetahui ini, orang bisa waspada, agar tidak jadi korban kejahatan.
Menurut Wolfgang, baik penjahat maupun korban umumnya tidak mempelajari viktimologi. Penjahat dan korban, mengalir begitu saja. Penjahat belajar dari pengalaman kejahatannya. Bisa mereka pelajari ketika mereka dipenjara (umumnya penjahat begini adalah residivis).
Di bukunya Wolfgang menyebut, ada orang yang menarik bagi perampok untuk dijadikan korban. Itu disebut Victim Precipitator. Profil khas yang menarik minat perampok untuk menjadikan orang itu sebagai korban. Risetnya detil di buku itu.
Di kasus Lebak Bulus, satu-satunya yang menarik pada korban IR, adalah motornya Honda, kondisi bagus. Tampak seperti baru. Karenanya, para pelaku bermodus 'motor kredit'. Dan kebetulan, tepat. Tapi, ternyata tidak menunggak kredit.
Selebihnya, dikaitkan teori kriminologi di buku Wolfgang, tidak tepat.
Narasumber ke dua, dikutip dari Reader's Diggest, bertajuk: "I’m a Mugger, Here’s How to Outsmart Me", penulis Lauren Cahn, dimuat 29 November 2021, cocok untuk satu indikator saja.
Itu riset berdasarkan wawancara dengan penodong bernama David Solano. Penghuni Penjara New York, Amerika Serikat, untuk hukuman 25 tahun. Solano sudah terbukti menodong lebih dari 100 kali. Sebagian korbannya tewas.
Di situ disebutkan: "Target favorit David Solano adalah, seperti yang ia katakan: Siapa saja yang sendirian. Terutama di tempat sepi. Dan, di kegelapan malam."
Di kasus Lebak Bulus, hanya cocok satu: Korban sendirian.
Narasumber ke tiga, dikutip dari American Outdoor Guide, 5 Juli 2019, bertajuk "Avoid Being a Statistic, How Muggers Pick Their Victims", juga cocok untuk sedikit indikator.
Di situ ada lima indikator, seseorang potensial jadi korban penodongan.
Sumber: