Dakwaan Terhadap Anak Kiai Jombang Dianggap Sumir
AMEG - Sidang perdana kasus pencabulan santri dengan terdakwa Mohammad Subchi Azal Tsan, disesalkan oleh kuasa hukum terdakwa karena dilakukan secara online.
Kuasa hukum terdakwa I Gede Pasek Suardika menyesalkan mengapa persidangan digelar secara online. "Kenapa harus online," katanya dalam nada tanya.
Sidang perdana kasus pencabulan santri di Jombang digelar Senin (18/7/2022) secara online dari ruang Cakra PN Surabaya. Terdakwa mengikuti sidang dari Lapas Medaeng Sidoarjo.
Semula sidang dijadwalkan di PN Jombang. Mendadak dipindah ke Surabaya. Hal ini pun disesalkan oleh I Gede Pasek Suardana.
"Untuk apa sidang dipindahkan dari Jombang ke Surabaya. Kalau di Surabaya hadirkan (terdakwa). Apakah peristiwa yang didakwakan itu fakta atau fiktif," katanya.
Sidang perdana dihadiri 10 JPU dari Kejaksaan Tinggi Jatim dan kuasa hukum terdakwa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dipimpin Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim, Mia Amiati.
Dalam sidang anak kiai di Jombang itu didakwa dengan dakwaan alternatif Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun, Pasal 289 KUHP tentang pencabulan dengan maksimal ancaman pidana 9 tahun, Pasal 294 KUHP ayat 2 ancaman pidana 7 tahun juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Tentang dakwaan JPU oleh kuasa hukum dianggap sumir lantaran di sejumlah media massa disebutkan korban ada lima orang santri bahkan belasan orang.
Faktanya, kata I Gede Pasek, hanya satu orang. Pada saat kejadian korban usia 20 tahun dan hari ini usia sudah 25 tahun.
"Kami sampai hari ini tidak menerima BAP-nya, kami juga ajukan itu (keberatan kepada majelis hakim)," ungkapnya.
Menurutnya, jika mau mencermati dari waktu, peristiwa disebutkan Mei 2017 dan korban baru melaporkannya akhir 2019.
"Dua tahun lebih dia baru melaporkan. Hasil visumnya beberapa tahun setelah peristiwa. Pikirkan saja itu secara logika. Dakwaannya hanya satu dan sudah sangat dewasa yang mengaku," kata I Gede Pasek. (*)
Sumber: