Soal Pengembalian Dana PEN, Bupati Karna Dianggap Lalai
AMEG - Rencana Bupati Situbondo Karna Suswandi mengembalikan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) total Rp249 miliar, dinilai Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) sebagai kelalaian bupati.
Wakil Ketua DPRD Situbondo Abdur Rahman menyebut pengembalian dana PEN berawal dari mencuatnya dugaan korupsi dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang menyeret 4 pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Situbondo dan 2 konsultan.
Dokumen UKL-UPL ini menjadi syarat utama, dan akibat dalam perkara sehingga menghambat pelaksanaan proyek PEN, berupa jalan dan drainase di sejumlah titik wilayah pedesaan Kabupaten Situbondo.
“Dokumen UKL-UPL yang bermasalah hukum itu, menjadi syarat utama pelaksanaan Proyek PEN. Sehingga tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, dan sebaiknya memang harus dikembalikan. Mengingat waktu yang ditentukan dalam perjanjian pinjaman tersebut antara PT SMI dan Pemkab Situbondo. Seandainya tidak ada kasus UKL-UPL, ya clear,” jelas Rahman.
Politisi asal Kecamatan Jangkar ini, mengakui munculnya perkara akibat kelalaian dan kesalahan Bupati Situbondo, selaku penanggung jawab dari manajemen Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani dokumen UKL-UPL. Hal itu perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan kedepannya.
“Oke lah disebut kelalaian, disebut kesalahan manajemen di pihak OPD terkait, yang tanggung jawabnya Pemkab (Bupati, red), iya. Artinya, bagaimana pun jika sudah terjadi seperti ini (perkara UKL-UPL), sudah jelas kasat mata dihadapan kita. Seandainya memungkinan proyek PEN tanpa dokumen UKL-UPL, itu monggo bisa dilanjutkan,” tutur politisi PPP ini.
Tetapi jika proyek PEN dipaksakan untuk dilaksanakan, itu tidak bisa karena terkendala persoalan hukum dokumen UKL-UPL yang ditemukan direkayasa dan saat dalam penanganan kejaksaan.
“Sehingga, menurut saya dana PEN ini harus dikembalikan. Karena beberapa adendum yang diajukan oleh bupati tidak bisa diterima oleh PT SMI,” paparnya.
Mengenai beban pengembalian, biaya provisi dan bunga yang harus dibebankan kepada APBD, kata Rachman itu merupakan risiko dan semuanya harus dibahas pada APBD.
“Bagaimanapun, proses pengembaliannya itu, kerugian apapun, harus dibahas di APBD,” katanya.
Soal tanggapan elemen masyarakat soal pengembalian jangan sampai dibebankan pada APBD, menurut Abdur Rahman, itu tidak mungkin. Sebab Bupati adalah institusi Pemkab Situbondo, tentunya risiko akan dibebankan kepada APBD. “Saya kira, yang pinjam itu Bupati. Bupati adalah institusi pemerintahan,” ungkapnya.
“Ketika institusi pemerintahan, jangan kemudian diambil ketika baik diakui, ketika gak baik ketika salah gak diakui. Dalam bingkai ini kan juga gak bagus,” imbuhnya.
Rahman berharap kejadian ini menjadi instrospeksi bersama, khususnya bupati agar ke depan lebih memperhitungkan secara detail, efek positif dan negatif dalam mengambil atau menjalankan sebuah kebijakan.
Termasuk DPRD diharap bisa introspeksi, jangan hanya menyalahkan sehingga ada titik temu dengan visi misi Bupati Situbondo, selaku pemangku kebijakan. “Kita tidak ingin terjebak dalam komunikasi, ibarat rel kereta api yang hanya bisa lurus tapi tidak ada titik temu,” pungkasnya. (*)
Sumber: