Anak Bunuh Ayah di Ngawi, Apa yang Salah?
Nomor satu, jelas. Mirip seperti analisis Dr Johnston. Anak yang dididik ortu dengan cara keras. Baik fisik maupun psikologis. Fisik, dalam bentuk pukulan. Psikologis bentuk kata-kata yang menusuk hati.
Yang mengejutkan, ortu membandingkan prestasi seorang anak dengan saudaranya, atau anak lain bukan saudara, termasuk cara didik yang salah. Apalagi, jika disertai dengan kata-kata makian, atau merendahkan. Misalnya: "Kamu ini anak bodoh. Kalah dengan adikmu yang pintar."
Jika si anak tidak memilik kekuatan mental memadai, ia bisa jatuh mental. Kejatuhannya menimbulkan sakit hati. Semakin dipendam, mengendap jadi penderitaan. Suatu saat, setelah ia remaja atau dewasa, muncul dalam bentuk agresivitas.
Nomor dua, anti-sosial. Sebagai akibat dari nomor satu, kekerasan berat. Karena menerima didikan keras dari ortu, anak jadi anti-sosial.
Sikap anti-soail tidak bisa dibaca ortu dari perilaku anak. Anak kelihatan baik-baik saja. Tapi ia memendam dendam bertahun-tahun. Jadilah anti-sosial.
Nomor tiga, sakit mental parah, karena pembawaan sejak lahir (genetik). Jenis ini bisa diamati dari tingkah laku. Di masyarakat sederhana, yang miskin, biasanya dipasung. Cara gampang menutup kemungkinan bahaya.
Jika ortu cukup secara ekonomi, anak jenis ini diterapi oleh ahli jiwa. Bisa juga masuk RS jiwa.
Baik Prof Heide maupun Dr Johnston, dalam teori mereka sama: Sesungguhnya ortu tidak berniat jahat terhadap anak-anak mereka. Seandainya ada ortu berniat jahat terhadap anak, itulah deviasi. Sangat jarang ada.
Kenyataan justru sebaliknya. Ortu sayang anak-anak. Menegakkan disiplin. Mendidik dengan keras. Bertujuan agar anak-anak mereka kelak sukses menjalani hidup di masa dewasa. Mereka memacu semangat anak dengan cara membandingkan dengan anak lebih pintar.
Niat baik ortu, belum tentu dipersepsi baik oleh anak. Juga belum tentu menghasilkan kebaikan. Malah menghasilkan sebaliknya. Suatu ironi.
Penyair besar Kahlil Gibran, dalam puisinya bertajuk "Anakmu bukanlah anakmu", bunyinya begini:
Mereka adalah putra-putri kehidupan dirinya sendiri.
Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal darimu.
Meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu.
Kau boleh memberi mereka cintamu, tetapi bukan pikiranmu.
Sebab, mereka memiliki pikiran sendiri. (*)
Sumber: