Tragedi Kanjuruhan Akibat Panitia dan Petugas Keamanan Tidak Presisi
AMEG - Pengamat kepolisian dan keamanan Bambang Rukminto menyoroti Tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 127 suporter seusai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10) malam
Perkembangan pada Minggu (2/10/2022) pukul 10.25 WIB, jumlah korban sesuai data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang sejumlah 182 orang.
Bambang Rukminto, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu menyinggung adanya statuta FIFA yang melarang penggunaan gas air mata dalam pengamanan pertandingan sepak bola di sebuah stadion.
Diketahui, jatuhnya ratusan korban jiwa di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur tersebut diduga akibat penggunaan gas air mata oleh kepolisian.
"Tragedi itu tak perlu terjadi bila panitia dan aparat keamanan presisi, prediktif dan responsible sehingga bisa preven pada kedaruratan," ujar Bambang seperti dilansir JPNN.com, Minggu (2/10/2022).
Arek Malang itu menilai Tragedi Kanjuruhan juga menunjukkan polisi tidak bisa melakukan prediksi dan pencegahan bila terjadi kerusuhan di dalam stadion, sehingga terjadi korban akibat desak-desakan di pintu yang sempit karena kepanikan suporter
Harus dilihat bahwa tidak semua suporter adalah perusuh. Prediksi dan prevention itu meliputi rencana pengamanan, jumlah personel dan antisipasi bila ada kedaruratan," tuturnya.
Oleh karena itu, ISESS meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersikap tegas terkait Tragedi Kanjuruhan tersebut, terutama terhadap Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta.
"ISESS mendesak agar Kapolri segera mencopot Kapolres Malang sebagai penanggung jawab keamanan pertandingan dan keamanan wilayah Malang, dan Kapolda Jatim," ujar Bambang.
Selain itu, Kapolri juga harus membentuk tim untuk mengusut tuntas penanggung jawab penyelenggaraan pertandingan sehingga terjadi tragedi besar itu.
"Dalam pengamanan harus ada rencana pengamanan (renpam) dan kedaruratan," ujar Bambang Rukminto. (*)
Sumber: