Penonton Kecewa di KDRT Kejora
Penonton maunya antagonis dihukum. Karena jahat. Dalam kasus Lesti, kejadian KDRT dan Lesti lapor polisi, terjadi pada Rabu, 28 September 2022.
Enam belas hari kemudian, Jumat, 14 Oktober 2022, protagonis memaafkan antagonis. Persis, setelah antagonis sudah dua hari ditahan polisi. Lalu, protagonis-antagonis berpelukan. Penonton kecewa.
Jika memang begitu kondisinya, maka yang jahat justru penonton. Tidak ikut merasakan, apa yang dirasakan Lesti. Penonton tidak berempati, betapa galau Lesti, selama proses hukum ini berlangsung.
Seumpama perkara dilanjut, misalnya, Rizky dihukum lima tahun penjara, maka Lesti menjanda. Punya anak satu: Muhammad Leslar Al-Fatih Billar, kini usia delapan bulan. Sedangkan, penonton tidak ikut merasakan, apa yang dirasakan Lesti.
Koran USA Today, terbitan 13 Mei 2012, berjudul: "States cracking down on strangulation attempts", menyebutkan, pencekikan di perkara Domectic Violence (DV) atau KDRT, dinyatakan sebagai tindakan paling mematikan.
Tapi, pencekikan di KDRT selalu kurang cedera eksternal. Atau sulit dibuktikan melalui visum. Karena, daging di leher manusia fleksibel. Setelah dicekik keras (asal tidak sampai mati) beberapa menit kemudian daging leher kembali seperti semula. Kenyal oleh jutaan urat di situ. Hanya ada sedikit tanda merah, yang juga akan hilang dalam beberapa menit kemudian.
USA Today: " Ada kurangnya pelatihan medis sehubungan dengan itu. Pencekikan sering jadi masalah tersembunyi."
Dilanjut: "Akibatnya, dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara bagian AS telah memberlakukan undang-undang khusus melawan pencekikan di perkara DV."
Kabidhumas Polda Metro Jaya. Kombes Endra Zulpan, kepada pers menyatakan: "Korban (Lesti) dicekik lalu dibanting berkali-kali."
Alana Prochuck dalam karyanya: "We are here: women’s experiences of the barriers to reporting sexual assault" (2018) menyatakan: Wanita korban DV mayoritas tidak menuntut pelaku. Bahkan, kebanyakan tidak lapor polisi.
Prochuck adalah Manajer Pendidikan Hukum Publik di West Coast LEAF. Ini LSM memperjuangkan kesetaraan gender pria-wanita, didirikan di Kanada 1985.
Karyanya itu berbasis riset di Kanada. Hasil riset, sekitar 5 persen wanita korban Domestic Violence yang melapor ke polisi. Sisanya, diam. Mayoritas dari 5 persen itu adalah isteri korban DV suami (di sana ada pasangan hidup bersama, tanpa nikah, jadi tidak bisa disebut isteri).
Alasan wanita tidak lapor polisi, dirinci dalam prosentase. Mayoritas (71 persen responden) menimbang bahwa DV sebagai kejahatan kecil dan tidak layak dilaporkan ke polisi.
Urutan berikutnya, responden menjawab: DV merupakan masalah pribadi dan mereka anggap bisa mereka atasi secara informal.
Urutan berikutnya, responden tidak mau repot berurusan dengan polisi. Menyita waktu dan tenaga dalam tempo lama, kemudian dilanjut ke pengadilan, memakan waktu dan tenaga pula.
Sumber: