Mengapa Kemelut di Otopsi Korban Kanjuruhan?
Tapi, D tidak mau menyebutkan, siapa yang menekan. Karena, ya… stres, kalau ada apa-apa, itu tadi.
Simpang siur. Kemelut. Antara otopsi dan tidak. Masyarakat jadi menebak-nebak, jadi atau tidaknya otopsi. Membuat publik bertanya-tanya: Mengapa perlu otopsi?
Pertanyaan ini mestinya ditujukan kepada keluarga korban yang sudah meminta otopsi lalu dibatalkan, itu. Tapi karena ia stres, jadi tak terjawab.
Sekjen Komisi Kontras, Andi Irfan, yang mendampingi Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania, kepada pers menjelaskan: Otopsi perlu dilakukan untuk menggali penyebab pasti kematian 133 orang itu.
Andi Irfan: “Aremania terutama di gerakan usut tuntas itu, ingin menggali dan mencari fakta yang autentik. Kita akan berdebat kemana-mana penyebab kematian, kalau kita tidak punya hasil otopsi."
Didesak wartawan, tapi mengapa perlu otopsi" 'Kan, Ketua TGIPF, Mahfud MD sudah mengumumkan, pemicu Tragedi Kanjuruhan adalah tembakan gas airmata Polri. Sebelas kali.
Itu berakibat, puluhan ribu penonton semburat, lari bersamaan. Sangat panik. Akhirnya mereka tewas akibat terhimpit, terinjak-injak.
Andi Irfan: “Ada kesamaan ciri-ciri jenazah korban. Membiru, menghitam, mata bengkak. Nah, ini kita harus sepakat dulu bahwa kematiannya tidak wajar."
Dilanjut: “Ketika ada kematian yang tidak wajar, maka sudah semestinya dilakukan otopsi. Supaya kita tidak berdebat penyebab kematian."
Persoalan ini kelihatannya sepele, tapi ruwet. Sebab, melibatkan banyak pihak. Dari sisi korban, maupun dari sisi penyidik. Banyak orang berkepentingan di situ.
Para pihak berada di posisi berhadapan. Keluarga korban ingin ada pertanggung-jawaban. Walaupun sudah banyak polisi diusut bahkan ditahan. Begitu juga panitia pertandingan.
Di pihak penyidik, berharap: "Sudah-lah… Masak gitu aja diperpanjang terus. Sudah… ikhlaskan."
Mestinya, penengahnya TGIPF. Meskipun tidak gampang juga memenuhi rasa keadilan para keluarga korban. Belum lagi, ada kompor dari masyarakat.
Padahal, pemerintah sudah mengumumkan, ada santunan Rp 50 juta buat masing-masing keluarga korban yang tewas. Itu disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD pada jumpa pers daring, Senin, 3 Oktober 2022.
Mahfud MD: "Santunan dari Bapak Presiden Jokowi, sebagai tanda belasungkawa. Meskipun tentu, hilangnya nyawa setiap orang itu tidak bisa dinilai dengan uang, berapa pun harganya."
Sumber: