Luruk Kantor Dewan Pertanyakan Tanah Kas Desa

Luruk Kantor Dewan Pertanyakan Tanah Kas Desa

AMEG - Puluhan warga Silomukti Kecamatan Mlandingan, Situbondo, Jumat)9/12/2022) meluruk gedung dewan mempertanyakan Tanah Kas Desa (TKD) yang mangkrak selama 2 tahun.

TKD terkesan sengaja dibiarkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Situbondo dan menyebabkan selama 2 tahun tidak menyumbangkan Pendapatan Asli Desa (PADes).

Ketua Komisi I DPRD Situbondo Hadi Prianto pada pertemuan mendatangkan pihak Inspektorat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Kepala Desa (Kades) Dodit Harianto dan Sekretaris Desa (Sekdes) Muhammad Harianto.

Diketahui persoalan itu bermula dari temuan kerugian keuangan dalam audit inspektorat senilai Rp 761 juta dari PADes TKD Silomukti seluas 20 hektar, untuk Tahun Anggaran 2017-2020.

Warga Silomukti menyampaikan, bahwa sudah 2 tahun anggaran, yakni 2021 dan 2022 dalam APBDes tidak ada pendapatan dari TKD, yang potensinya mencapai Rp 240 juta per tahun.

"Sehingga ini mengganggu pembangunan desa setempat. Ternyata penyebabnya karena ragu dan takut, setelah temuan inspektorat di tahun anggaran 2017 hingga 2020," jelas Hadi, panggilan akrab politisi Demokrat ini, usai audiensi.

Kesimpulannya setelah mendengarkan pendapat dari semua pihak, khususnya Dinas PMD dan Inspektorat, lanjut Hadi, untuk Tahun 2023 TKD agar dikelola sesuai prosedur. Tentunya memperhatikan harga pasaran setempat.

"Ketika sudah prosedur, ada penyewa, harga sewa sesuai harga pasar. Ini sudah bisa dimasukkan dalam potensi PADes dalam APBD 2023. Sehingga desa berpenghasilan dari aset desa berupa TKD yang potensinya Rp 240 juta pertahun," paparnya.

Hadi Prianto, Ketua Komisi I DPRD Situbondo

Dilain pihak, Edy Mustafa, perwakilan warga yang menyoal TKD, menyayangkan Pemdes tidak memanfaatkan TKD selama 2 tahun. Bahwa terbengkalainya TKD di desanya, karena Pemdes merasa takut. Sebab saat melelang TKD dengan patokan harga Rp 22,5 Juta per hektar per tahun, tak satupun warga mau menyewa atau mengelolanya.

Sementara itu, Sekdes Silomukti Muhammad Harianto, mengakui selama 2 tahun TKD tidak dikelola. Karena patokan harga sesuai hasil audit terlalu tinggi. Karena takut, akhir TKD dibiarkan tanpa pengelolaan. (*)

Sumber: