Klarifikasi Rp300 T yang Mbulet
Akhirnya: "Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar. Kita sebut Rp 300 triliun.”
Pernyataan Ivan: ‘Kemenkeu salah satu penyidik tindak pidana asal’. Fokus pada kata ‘penyidik’. Kewenangan menyidik adalah aparat penegak hukum (APH). Itu bertentangan dengan pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sebelumnya.
Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Sabtu, 11 Maret 2023, mengatakan:
"Dan ada 16 kasus yang kami limpahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH). Nanti pak Mahfud Md akan menyampaikan, karena Kemenkeu adalah bendahara negara, bukan APH. Jadi dalam hal ini kalau ada suatu kasus yang menyangkut tindakan hukum apakah itu kriminal, itulah yang kemudian kami sampaikan ke APH, apakah itu KPK, polisi, Kejaksaan.”
Ada kontradiksi antara pernyataan Ivan: Kemenkeu sebagai penyidik. Dan, kewenangan menyidik ada di APH. Dengan pertanyaan Sri Mulyani: Kemenkeu bendahara negara, bukan APH.
Meskipun heboh Rp 300 triliun ini sudah diklarifikasi, tapi belum kelar juga. Masyarakat belum mengerti, apakah benar ada pencucian uang Rp 300 triliun? Terus, siapa saja yang mencuci itu? Melalui perusahaan apa saja? Bagaimana caranya?
Kalau pencucian uang terjawab: Memang ada, selanjutnya diselidiki, mengapa uang Rp 300 triliun itu dicuci? Dari mana asalnya?
Tidak mungkin terjawab: Tidak ada pencucian uang. Sebab, kalau bukan pencucian uang, atau rekening Rp 300 triliun sah secara hukum, mengapa itu diungkap?
PPATK sudah memulai ini, jadi kewajiban PPATK menuntaskannya.
Apalagi, itu disampaikan pihak PPATK kepada Menko Polhukam, Mahfud Md, sehingga Mahfud yakin, bahwa ada pelanggaran hukum di balik Rp 300 triliun itu. Prof Mahfud pejabat tinggi negara yang tegas, bersuara blak-blakan. Sehingga Rp 300 triliun ini meledak.
Jangan sampai seperti biasanya: Hangat-hangat tahi ayam. (*)
Sumber: