Jaga Dara

Jaga Dara

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Tim Jaga Dara sepakat cari cara penanganan temuan PPATK saat itu sampai tuntas. Sungguh-sungguh.

Saking seriusnya, tim sampai pada putusan akhir yang bulat: memidanakan pelakunya. PPATK, Pajak, dan Bea Cukai bergandeng tangan membawa pelakunya ke penjara.

Maka sang pelaku dijadikan tersangka. Sampai diajukan ke pengadilan. Sampai berkepanjangan.

Hasilnya?

Di pengadilan si pelaku dinyatakan tidak bersalah. Lalu naik banding dan kasasi. Di Mahkamah Agung si pelaku dinyatakan bersalah. Harus masuk penjara. Tapi ia melakukan PK ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah Agung, lembaga yang memvonis salah sebelumnya, si pelaku dinyatakan tidak bersalah: PK-nya diterima.

Inkracht.

Putusan PK itu final. Berarti Jaga Dara ''kalah''. PK (Peninjauan Kembali) adalah upaya hukum terakhir, setelah kasaai. Peluang PK ini dibuka untuk jaga-jaga siapa tahu ada putusan kasasi Mahkamah Agung yang benar-benar salah. Misalnya dalam kasus Sengkon dan Karta. Keduanya dijatuhi hukuman mati dalam perkara pembunuhan. Setelah keduanya menjalani hukuman lebih 10 tahun, ternyata pembunuh sebenarnya ditemukan. Tanpa dibuka kesempatan PK Sengkon dan Karta tidak akan bisa bebas. Sengkon dan Karta menjadi pijakan lahirnya aturan PK.

Berdasar putusan PK, eksporter dan importer emas itu secara hukum tidak bersalah. Tapi catatan di PPATK terus hidup: ada transaksi keuangan mencurigakan (TKM) sebesar Rp 189 triliun.

Transaksi itu benar-benar ada. Segitu. Besar sekali. Dan benar, mencurigakan. Lalu ditangani Jaga Dara. Sampai di pengadilan. Kandas.

Tiga Dara belum menyerah. Dicarilah jalan upaya di luar hukum: periksa sisi pajaknya.

Ditemukanlah, dari transaksi tersebut, kekurangan bayar pajak Rp 20 miliar. Ditagih. Dapat Rp 20 miliar.

Kok hanya Rp 20 miliar? Kan transaksinya sampai Rp 189 triliun?

Pajak pendapatan hanya bisa dipungut dari jumlah laba yang diperoleh. Bukan dari omzet. Apalagi dari nilai transaksi. Rp 189 triliun tersebut adalah nilai transaksi. Bukan omzet. Apalagi laba.

Perusuh yang kebetulan pedagang emas pasti tahu: persentase laba emas itu kecil sekali. Antara 0,5 sampai 0,7 persen. Tolong dihitung, berapa labanya seandainya pun Rp 189 triliun itu adalah omzet.

Lalu pajaknya hanya sekian persennya lagi dari laba itu. Jatuhnya sangat jauh dari angka transaksi. Tapi bisa mengejar Rp 20 miliar juga lumayan.

Sumber: