Teroris Lampung Ingatkan Luka Lama

Teroris Lampung Ingatkan Luka Lama

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Komnas HAM yang memegang mandat sesuai Undang-undang no 39 tahun 1999 tentang HAM membentuk tim pemantauan peristiwa Talangsari dan menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat di sana.

Komnas HAM menyatakan, Tragedi Talangsari menelan 130 orang terbunuh, 77 orang dipindahkan secara paksa, 53 orang dirampas haknya sewenang-wenang, dan 46 orang lainnya disiksa.

Waktu itu ABRI (kini TNI) juga membakar seluruh perabotan rumah warga sehingga situasi saat itu sangat mencekam.

Dulu, dusun itu sempat disebut sebagai Dusun Mati dan orang-orang yang tinggal di sana mendapat sebutan sebagai "orang lokasi" sehingga mendapat diskriminasi dari penduduk sekitar. Tapi sejak satu dekade terakhir, tidak lagi.

Tragedi itu terjadi karena Warsidi membikin kelompok pengajian. Kemudian berkembang jadi pondok pesantren. Kelompok ini menolak asas tunggal Pancasila. Sudah ditegur pihak kelurahan, kemudian juga pihak kecamatan, mereka membandel. Mereka hidup eksklusif di Dusun Talangsari III, kawasan hutan. Tidak berbaur dengan masyarakat sekitar.

7 Februari 1989 Muspika dipimpin Danramil Kapten Soetiman, mendatangi pesantren itu, bermaksud diajak dialog. Tapi, kelompok Warsidi langsung menyerang rombongan dengan panah beracun. Kapten Soetiman yang berada di baris depan, langsung kena panah. Tewas di tempat.

ABRI sangat marah. Esoknya, Komandan Korem 043 Garuda Hitam Lampung, Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan terhadap kelompok Warsidi. Lokasi kelompok Warsidi yang eksklusif itu diserbu habis.

Ratusan orang tewas. Warsidi lari, kemudian jadi buron.

Kasus ini ruwet tanpa penyelesaian. Terbaru, 20 Februari 2019, terjadi deklarasi damai Talangsari yang diinisiasi oleh Tim Terpadu Penangan Pelanggaran HAM dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Deklarasi ini dilakukan di Dusun Talangsari, Lampung Timur, dihadiri oleh anggota DPRD Lampung Timur, Kapolres, Dandim, Kepala Desa Rajabasa Lama, dan Camat Labuhan Ratu. Isi dari deklarasi tersebut adalah agar korban Talangsari tidak lagi mengungkap kasus tersebut karena telah dianggap selesai oleh pemerintah dengan kompensasi berupa pembangunan jalan dan fasilitas umum di Lampung.

Tapi masyarakat setempat yang jadi korban masih tidak terima. Alasannya, pembangunan jalan adalah tanggung jawab negara. Sedangkan mereka terdiri dari para individu, minta ganti rugi langsung.

Setelah itu tidak ada kelanjutan lagi.

Jadi, ada ‘luka lama’ di Lampung. Luka 34 tahun silam. Dalam perspektif negara jaman Orde Baru yang otoriter, itu akibat pembangkangan warga negara. Setelah rezim berganti, ‘luka’ itu belum terobati. Maka, Lampung jadi sarang teroris.

Betapa pun, kini Indonesia relatif aman dari terorisme. Setidaknya, tidak ada pengeboman lagi. Terakhir, pengeboman Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, 29 Maret 2021. (*)

Sumber: