Lebaran Mik

Lebaran Mik

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Ide seperti itu tidak mungkin terlaksana kalau tidak punya rumah sakit sendiri. Maka dr Mik menggadaikan rumahnya. Agar dapat kredit bank untuk membangun rumah sakit kecil-kecilan. Khusus kanker. Hanya 28 tempat tidur. Tapi dengan prinsip "hanya perlu opname satu malam" rumah sakit 28 tempat tidur ini setara dengan 280 tempat tidur. Kecil tapi kapasitas layanan yang bisa diberikan sangat besar.

Latar belakang idealisme seperti itulah yang melahirkan RS Onkologi Surabaya. Kini umur RS itu sudah 18 tahun. Utang banknya sudah lunas.

Mengapa dokter Mik tidak bisa menyelamatkan dr Mok, saudara kembarnya?

"Apakah dokter Mok tidak peduli dengan kesehatan?" tanya saya.

"Ia sangat peduli. Tapi tidak menyangka kena kanker ginjal," katanya.

Awalnya dr Mok hanya merasa kebas di bagian pipi dekat mulut. Dicarilah ada apa dengan giginya. Tidak ditemukan keanehan.
Lalu lengan kanannya terasa sakit dan kebas. Kecurigaan utama: saraf belakang. Diperiksa. Tidak ada apa-apa.
Tahun lalu ketika tiba di Jakarta dari Melbourne, tulang lengan kanannya patah. Yakni ketika ingin bangkit dari tempat duduk di pesawat. Tangannya menekan lengan kursi: kreeek. Patah.

Setelah dilakukan pemeriksaan tulang lengan itu sudah kena kanker. Kekuatan tulangnya sudah rapuh.
Kanker tulang? Bukan. Setelah dilakukan pemeriksaan diketahuilah bahwa itu adalah kanker ginjal yang sudah menyebar. Sampai ke tulang. Juga sudah ke paru. Ke punggung.
Maka dr Mik mengantar dr Mok ke Melbourne. Mereka anggota ''BPJS'' - nya Australia. Dokter Mok ditangani dengan biaya ''BPJS''. Termasuk diberikan obat terbaru yang kalau harus membeli sendiri  harganya Rp 8 miliar. Lalu dikemo sampai tiga seri.

Ketika parunya sudah bersih, dr Mok ingin ke Indonesia. Istrinya, dr Maria, adalah seorang dokter ahli kulit terkemuka di Jakarta.

Tidak lama setelah di Jakarta dr Mok lumpuh. Lalu dibawa kembali ke Melbourne. Di sana dipastikan tidak akan bisa sembuh lagi. Umurnya dinyatakan hanya tinggal hitungan bulan.

Menghadapi vonis itu dr Mok pilih meninggal di Jakarta. Ia juga pilih menjalani proses paliatif: sekadar agar tidak menderita karena sakitnya bukan main. Diberikanlah morfin.

Ketika masih bisa menyanyi, dokter Mik mengajak dr Mok menyanyi bersama. Jarak jauh. Di rumah masing-masing. Pakai jaringan internet. Direkam. Diedit. Jadilah video duet itu. Menarik sekali. Mengharukan. Lihatlah sendiri di video yang menyertai tulisan ini.

Tanggal 7 April lalu dr Mok masih berniat merayakan ultah ke 73. Teman-temannya diundang. Dokter Mik juga akan ke Jakarta. Semua tahu itulah ulang tahun terakhir mereka secara bersama.

Persis satu minggu sebelum acara itu dokter Mok meninggal dunia.

Saya pun memberi tahu dua teman bahwa dokter Mik meninggal. Lalu buru-buru saya ralat.

Mok dan Mik kelahiran Lombok. Lalu ikut ayah mereka pindah-pindah: Yogyakarta, Surabaya.

Sumber: