Lebaran Lutut

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Mirza Mirwan
Telanjur mengamputasi kaki pasien ternyata setelah diperiksa lebih dalam tida ada kanker. Itu jelas termasuk "medical malpractice", karena menyebabkan pasien dari Banjarmasin itu kehilangan kaki. Tetapi, sepertinya, ketiadaan kanker itu tidak diberitahukan kepada si pasien. Itu terbaca dari "Dokter Mik sangat terpukul mentalnya." Salahkah dr. Mik? Secara etika kedokteran Indonesia, tidak. Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia menyebutkan: "Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia." Menurut saya yang awam, pasal itu kok terasa janggal. Padahal seperti pasien dari Banjarmasin itu mestinya bisa menggugat tindakan malapraktik yang menyebabkan ia mengalami kerugian, kehilangan kaki.
Liam Then
Hari ini dibuat banyak bertanya-tanya kemudian mencari informasi. Sejak beberapa lalu , karena artikel Disway tentang kelangkaan dokter spesialis, tentang "mayo" Bali, tentang konglo lomba bangun rumah sakit. Dari itu ,tarik kesimpulan, ini karena rasio dokter yang rendah, saya google dokter di M'sia dan Singapura, iyah lebih tinggi. Jadi ini mungkin salah satu sebabnya. Karena artikel dulu itu juga jadi tahu Kuba yang gencar mencetak bahkan sampai ekspor dokter. RI jangan malulah tiru keberhasilan Kuba. Barusan saya juga baru tahu 5jt populasi Kalbar ,hanya bisa cetak 49 lulusan FK. Untuk angkatan ke-8. Ini kalo di bandingkan benar-benar jomplang. Ada yang benar-benar salah ,tapi dibiarkan. Jadi teringat, entah kapan dan dimana, selorohan seperti ini : Rumah sakit itu lebih enak dari bisnis perhotelan.Cobalah bandingkan, di Hotel kalo tak ada free breakfast, sepi. Kalo di rumah sakit sudahlah makanannya tak enak, ruangan pun bisa di kongsikan. Tak. ada yang (mampu) protes. Malah orang pontang panting cari ruangan. IDI buat apa? Apakah tidak tersentuh untuk perubahan yang lebih baik untuk Indonesia? IDI boleh di bilang kumpulan manusia dengan intelegensi di atas rata-rata, karena bahan panduan pendidikan kedokteran banyak yang berbahasa asing. Pengetahuannya pun butuh kemampuan memori yang hebat. IDI bersama-sama dengan pemerintah ,yang eksekutifnya punya staf ahli pandai dan cerdik, masa tidak bisa urai masalah pelayanan kesehatan untuk orang Indonesia?
Jokosp Sp
Kualitas (hasil akhir) bisa dilihat dari sistem yang dipakai dalam penerimaan Mahasiswa Kedokteran. Terutama di nomor 3 yang 30% itu, yaitu di jalur mandiri. Dokter itu harus punya prestasi akademik yang paling tinggi/ unggul di sekolah asalnya ( SMA IPA ). Apakah mungkin akan didapat seorang dokter yang penerimaannya lewat Jalur Penerimaan Mandiri sekualitas dengan yang lewat Jalur Undangan ( no.1 )?. Inilah perbedaan itu, ada 3 sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa baru masuk fakultas kedokteran: 1. Jalur Undangan: Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) dengan kuota daya tampung minimal 30%. Persyaratan -> Prestasi akademik calon mahasiswa selama duduk di SMA. 2. Jalur Ujian Tertulis: Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dengan kuota daya tampung minimal 30%. Persyaratan -> Test tertulis lulus, cukup jelas secara kemampuan siswa. 3. Jalur Seleksi Mandiri. terdiri dari Jalur Penjaringan Bibit Unggul Daerah (PBUD) dan kerjasama/ bina lingkungan dengan kuota daya tampung 30%. Persyaratan -> masing-masing perguruan tinggi beda-beda. Setelah melalui jalur tertulisternyata tidak lulus, calon mahasiswa masih bisa mengikuti jalur mandiri ini. Hasil akhirnya seperti apa? kita-kitalah yang bisa menilai ketika berhadapan saat konsul dan berobat ke dokter tersebut. Apakah harus diterima?. Seharusnya cukup No.1 dan No.2 saja proses seleksinya.Apakah artinya harus ada perubahan aturan?.
imau compo
Image dokter di kepala saya. 1. Mahasiswa kedokteran Beberapa keluarga sangat menginginkan saya masuk fakultas kedokteran karena kemuliaan dan kesejahteraannya. Saya heran, betapa tersiksanya hidup, setiap hari berhadapan dengan orang dalam kondisi terendah, kecantikan maupun emosinya. 2. Mahasiswa kedokteran Bertetangga dgn 2 mahasiswa kedokteran yg serius, pagi-pagi dengan sedikit takut komplain, "Mas, semalam gak bisa belajar, kalian mainnya berisik bangat." "Maaf, dari mahasiswa saja kalian begitu serius, makanya gak terpikir masuk kedokteran." "Kalaupun Tuhan jadikan saya seorang dokter, biarlah jadi dokter olahraga." " Itu asesorisnya, Mas!, yg utama adalah menyelamatkan jiwa dan kemanusiaan." Haru. 3. Dokter (pejabat tinggi) Lama gak ketemu, sang dokter mendapat pertanyaan teman SMA-nya yg pengusaha, "Kamu masih ngumpulin duit receh?" 4. IDI Dokter-dokter ini punya atasan seorang sarjana fisika yg ahli nuklir dan berpengalaman di dunia perbankan. "Saya mau ya..!, diskusi tapi berbasis data, lho!" "Negara kita dalam jurang bangkrut dalam kaitannya biaya jaminan kesehatan masyarakat…,". Entahlah, dokter-dokter ini mikir apa.
Theodorus Trianto
Alumni Fak.Kedokteran Unair sekitar th.1960 tentu ingat Pro.Dr.RM Soejoenoes. Gurubesar Neuropsychiatrie yg dikuliahannya memesan mahasiswa mahasiswi ,soal etik dg kalimat yg sangat sederhana. Kalau kalian jadi dokter , itu baik. Kalau kalian jadi pedangang juga baik. Tetapi kalau jadi dokter dan pedagang , itu sangat jelek. Apa masih berlaku?
*) Dari komentar pembaca http://disway.id
Sumber: