Tak Sengaja Didik Anak Jadi Penganiaya

Tak Sengaja Didik Anak Jadi Penganiaya

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Isnaini kemarin minta maaf melalui video di akun Instagram Polresta Samarinda. Menggunakan akun Polresta Samarinda, sebab Isnaini ditegur oleh aparat di sana. Setelah videonya viral.

Dalam video tersebut, Isnaini mengakui dia mengajari anaknya nyetir. Video bocah nyetir tersebut dibuat setahun lalu. Namun baru viral, setelah viral video Aditya nyetir mobil.

Isnaini di akun Instagram Polresta Samarinda direkam video, mengatakan begini:

"Benar itu anak saya, bukan anak lain, bukan anak didik, tapi anak saya sendiri. Alasan di situ saya buat untuk memotivasi. Memang kita harus bisa karena memang tugas saya mengedukasi cuma dalam hal ini tidak tepat dengan objeknya saja. Saya mohon maaf kepada masyarakat Samarinda.”

Isnaini menyatakan, dia berjanji tidak akan mengulangi lagi mengizinkan anaknya (kini usia 11) nyetir mobil lagi.

Maksud Isnaini, dia tidak akan mengulangi lagi memamerkan anaknya nyetir mobil via medsos. Tapi, anak itu sudah terlanjur bisa nyetir mobil.

Dua contoh kejadian nyata di atas menunjukkan, bahwa pembuatnya seolah berkata: anak polisi, atau anak pelatih sekolah mengemudi, harus bisa nyetir mobil, meskipun masih kecil.

Para ortu pasti mencintai anak-anak mereka. Berusaha mendidik, menyiapkan anak-anak menuju dewasa. Diberi bekal apa pun agar anak-anak siap ketika sudah masuk usia dewasa.

Tapi, pendapat netizen bahwa pendidikan di dua kasus tersebut, dianggap memanjakan anak. Berakibat, anak kelak bakal bertindak di luar batas. Terbukti pada Aditya menganiaya Ken Admiral disaksikan ayahnya, AKBP Achiruddin.

Dr Ijeoma Opara, asisten profesor di Yale School of Public Health, AS, menulis di The Guardian, 20 Desember 2015 bertajuk: “Striking A Balance Between Pampering And Good Upbringing” menyatakan, dalam pendidikan anak, mengajarkan disiplin dengan memanjakan, beda tipis.

Batas antara pendidikan disiplin dengan memanjakan anak, tidak ada dalam teori. Tergantung pada kondisi dan situasi yang terjadi antara ortu dan anak. Jika ortu salah sedikit, maka bakal terjerumus dalam memanjakan anak.

Disebut terjerumus, sebab anak yang dimanja, setelah anak dewasa kelak bakal berperilaku semau dirinya. Sesuka hatinya. Tidak peduli orang lain. Kalau ia tidak suka, maka apa pun ia rasa boleh dilakukan.

Disebutkan, mayoritas orang tua ingin melakukan hal yang benar untuk anak-anak mereka. Ortu bercita-cita luhur untuk anak-anak mereka, dan berusaha untuk memberi mereka yang terbaik dalam hal pendidikan, kesejahteraan dan persiapan mental menuju kedewasaan.

Mayoritas ortu ingin menyelamatkan anak-anak mereka dari semua kesulitan yang harus mereka alami dalam hidup dewasa, kelak. Maka, ortu membekali anak-anak mereka dengan semua hal (yang menurut mereka) baik dalam hidup. Ortu ingin memastikan, anak-anak mereka tidak bakal kekurangan apa pun, kelak.

Namun, dalam prosesnya, ortu terkadang terlalu memanjakan anak. Dalam menyediakan kondisi yang 'luar biasa' ini untuk anak-anaknya, beberapa orang tua secara tidak sadar, melewati garis tipis antara merawat dengan memanjakan anak.

Sumber: