Cekik Mati Pakai Bakso di Bekasi

Cekik Mati Pakai Bakso di Bekasi

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Dikutip dari The Guardian, Agustus 2021 bertajuk “The most dangerous time”, dikisahkan tentang ibu empat anak bernama Roia Atmar, imigran dari Afghanistan ke Australia.

Atmar dinikahkan (nama suami tidak disebut) oleh ortu di Afghanistan ketika dia usia 14. Beberapa tahun kemudian keluarga muda ini pindah ke Australia, akhirnya menetap di sana hingga punya empat anak.

Di Australia, sehari-hari Atmar jadi samsak hidup suami. Tidak ada yang tahu itu kecuali korban dan pelaku. Sebab, di Australia mereka tidak punya saudara.

Sekali waktu ortu Atmar berkunjung ke rumah mereka di Australia, suami Atmar berdrama seolah-olah keluarga mereka harmonis. Sebaliknya, Atmar tidak berani mengungkap tabiat suami.

Atmar selalu menunggu kesempatan kabur ke Afghanistan, tapi harus bersama empat anak itu. Bertahun-tahun Atmar tak punya kesempatan.

Suatu hari di tahun 2001 Atmar cekcok berat dengan suami. Akhirnya Atmar disiram cairan kimia sejenis air keras. Heboh. Atmar dilarikan ke rumah sakit. Diberitakan media massa sebagai korban DV.

Di RS dia didatangi banyak relawan pejuang hak wanita. Meskipun suami Atmar mencegah keras Atmar ditemui relawan. Dan, si suami menjaga ketat Atmar. Tapi luka bakar tubuh Atmar parah. Dia dirawat tiga bulan di RS. di kurun waktu itu ada kalanya suami Atmar lengah, sehingga Atmar ditemui relawan. Atmar cerita semuanya.

Akhirnya relawan lapor polisi, dan polisi melindungi Atmar dari ancaman suami. Keluarga, yang semestinya harmonis, kini malah jadi musuh, dijaga polisi.

Ternyata, itulah kesempatan Atmar meninggalkan suami. Didampingi polisi dan banyak relawan, Atmar minta cerai. Diberitakan media massa setempat dengan tajuk: “Rise Like Phoenix: The Tale Of Roia Atmar And Her Rights”.

Akhirnya mereka bercerai. Hak asuh anak pada ibu. Atmar pun bebas, bersama anak-anak. Jadi, secara instinktif (tanpa teori) Atmar paham bahwa meninggalkan suami tipe ganas begitu sangat berbahaya. Butuh momentum tertentu yang harus tepat.

Kini Roia Atmar bekerja di pusat Patricia Giles di Australia Barat, yang menyediakan akomodasi dan dukungan darurat bagi perempuan dan anak-anak yang keluarga mereka tidak harmonis.

Sulitnya bagi wanita yang sudah terlanjur punya suami seperti RD. Mereka terjebak dalam dilema, apakah mempertahankan perkawinan atau pisah. Kalau mempertahankan, berarti tahan sakit menahun. Andai pisah, pun tidak gampang.

Berbahagialah suami-isteri yang asli harmonis. Dan, didiklah anak-anak bisa meniru seperti itu. Supaya tidak menjalani neraka di dunia. (*)

Editor: Sugeng Irawan

Sumber: