Emoh Pisah, Penis Suami Diiris
Di riset itu disebutkan bahwa korban pemutusan hubungan romantis dipastikan mengalami depresi, disebut Major Depression Inventory (MDI). Kondisi korban seperti itulah sangat membahayakan keselamatan pasangan yang memutuskan, dan mengatakan, pemutusan hubungan.
Gampangnya, putus cinta itu semudah membalikkan telapak tangan. Tapi, orang yang mengatakannya berada dalam posisi bahaya.
Disebutkan, bahwa pasangan yang diputuskan (diceraikan) mengalami perasaan dikhianati. Ini merupakan parameter penting dari patah hati, yang konsisten dengan penelitian tersebut.
Dalam riset tersebut, komponen berlabel "Emosi Negatif" diekstraksi dari akibat penolakan dan menimbulkan kemarahan korban sebagai variabel penting untuk menentukan tingkat depresi yang bersangkutan.
Korban mengalami tiga hal utama: A) Perasaan ditolak. B) Perasaan sangat marah. C) Kehilangan mendadak.
Dari situlah korban akan melakukan pembalasan. Bagai anak kecil kehilangan mainan. Ia bakal ngamuk seketika, atau meledak beberapa saat setelah ucapan: Cerai.
Dalam kasus ‘Potong Penis’ itu, korban awalnya justru YC, yang diceraikan. Begitu IPN menyatakan ‘talak’, maka YC mendadak gelap mata. Galau luar biasa. Ketika dia membeli cutter di terminal, entah benar-benar sesuai rencana untuk mengupas buah, atau tidak.
Pastinya, cutter tersebut jadi barang bukti hukum, pemotong penis IPN. Posisi YC yang semula korban, langsung berbalik arah jadi pelaku kejahatan.
Jadi, menyatakan cinta dan memutus cinta, gampang dilakukan. Tapi kalau para pelaku salah menerapkannya, bisa berakibat fatal. (*)
Sumber: