AMEG - Selalu ada sisi prestasi di tengah keadaan yang sulit. Rumah sakit memang kewalahan. Dokternya sendiri ikut jadi korban. Pun perawat dan sejawat mereka.
Yang tidak sampai memperburuk keadaan adalah: oksigen cukup. Ventilator sudah lebih banyak.
Memang ada pasien yang sampai diperiksa di atas bak mobil pikap. Di Bekasi. Juga ada yang ditempatkan di kasur di lantai rumah sakit. Di Surabaya.
Itu karena jumlah yang terkena Covid-19 memang luar biasa. Justru lebih tinggi sekarang ini dibanding tahun lalu.
Memburuk. Data Worldometer, Sabtu, menunjukkan, pasien kita nomor dua terbanyak di dunia (21.900). Hanya kalah dari India (49.000).
Tapi setidaknya tidak sampai terjadi kepanikan seperti yang terjadi di India: akibat krisis oksigen. Atau banyak pasien yang tidak kebagian ventilator.
Sebenarnya hebat lagi kalau saja ketersediaan plasma konvalesen cukup.
Memang sempat ada berita kekurangan oksigen di Jawa Tengah. Lalu dibantah oleh instansi setempat: oksigen ada, botol yang tidak cukup.
Maka orang pun mulai membayangkan apa yang pernah terjadi di India: orang antre tabung oksigen sambil marah-marah. Pemandangan penderitaan pasien yang kekurangan oksigen memang sangat mengetuk hati. Juga di India.
Ketika pasien Covid-19 mencapai 400.000/hari di sana.
Berita kekurangan oksigen dan tabungnya itu menggelitik saya. Setahu saya kemampuan Indonesia memproduksi oksigen sangat besar. Mestinya cukup.
Dan lagi, setahu saya, rumah-rumah sakit tidak lagi pakai tabung. Mereka sudah menggunakan tangki besar. Oksigen disalurkan ke ruang pasien lewat pipa yang tersentral.
Saya pun sibuk telepon sana-sini. Ternyata saya menemukan jawaban mengapa. Listrik ke pabrik oksigen di Jateng itu sempat trip (berkedip). Juga di beberapa pabrik lainnya.
Tapi saya tidak mudah percaya pada info itu. Setahu saya, problem listrik berkedip sudah lama teratasi.
Dulu memang seperti itu. Tapi sudah dulu sekali. Begitu banyak pabrik yang mengeluhkan kedipan seperti itu. Juga pemadaman.