Menko Luhut Binsar Panjaitan sendiri mengungkapkan data jelas sekali: 90 persen yang melanda Jakarta belakangan ini adalah varian D. Keterangan Luhut itu tersiar luas di semua media kemarin sore.
Apakah yang menular ke Ali Murtadlo juga varian Delta? "Hampir pasti itu virus baru.
Kan sudah divaksin VakNus. Mungkin varian Delta," ujar Prof Dr Nidom dari Laboratorium PNF Surabaya.
"Biar pun sudah divaksin, vaksin apa pun, masih bisa terkena virus varian baru. Termasuk VakNus," kata Prof Nidom.
Bedanya, kalau diizinkan, VakNus bisa menyesuaikan diri dengan cepat. "Dalam tiga minggu VakNus sudah bisa membuat vaksin untuk anti varian baru," ujar Prof Nidom, ahli virus dari Universitas Airlangga itu.
Sedang vaksin lain, untuk menyesuaikan diri, perlu waktu lama. Bisa satu tahun.
"Praktis harus melakukan berbagai uji coba sejak dari awal lagi," katanya. "Sedang untuk VakNus tinggal mengubah antigennya. Tentu kita harus lebih dulu mendapatkan contoh virus varian barunya," ujar Prof Nidom.
Kenapa semua ini bisa terjadi? Yang sudah divaksin bisa tertular varian baru? Itu karena vaksin yang disuntikkan belum mencakup varian baru. Berarti ada yang salah di keterangan awal: bahwa VakNus sudah mencakup varian baru.
"Itulah risiko vaksinasi dilakukan terlalu awal. Ketika virus belum stabil. Masih berubah-ubah," ujar Nidom.
Kini varian Delta sudah begitu meluas. Vaksinnya belum ada. Masih akan lama. Yang siap membendungnya, yang dalam waktu paling singkat, adalah VakNus. Itu kalau penjelasan Prof Nidom bisa kita pegang.
Kemarin petang, saya minta Ali melakukan cek suhu badan lagi. Jam 17.30. Juga saturasi oksigennya.
Hasilnya: suhu badan 36,0 derajat dan saturasi oksigennya 99. Ia juga merasa seperti orang sehat sekali. (*)