AMEG - Ternyata tidak ada motif rivalitas agama ketika ada gereja berubah menjadi masjid. Di Amerika Serikat. Pun yang berubah menjadi wihara.
"Dengan membeli gereja, kami tidak perlu lagi mengurus izin peruntukan bangunan," ujar Dwirana Satyavat, ketua Masjid At Thohir, di Los Angeles, AS.
Di sana tidak dibedakan, izin bangunan untuk masjid, gereja, wihara, atau sinagoge. Kalau dalam izin sudah disebut untuk rumah ibadah keagamaan, tidak perlu menyebut untuk agama apa.
Masjid At Thohir itu –atau calon masjid itu– kini lagi direnovasi. Khususnya bagian dalamnya. Sekalian memanfaatkan waktu libur/tutup selama pandemi Covid.
Bagian luar bangunan lama itu dibiarkan tetap sama. Seperti ciri khas gereja. Hanya tanda salibnya yang ditiadakan. Selebihnya tidak diadakan perubahan apa pun.
Gedung itu memang masuk cagar budaya. Dianggap gedung bersejarah. Harus dilestarikan.
Gereja itu dibangun pada 1920. Milik masyarakat Amerika keturunan Samoa.
Komunitas imigran Samoa banyak meninggalkan wilayah tersebut. Imigran baru datang lebih banyak. Terutama dari Asia. Lalu, gereja itu kosong. Lama sekali. Dijual.
Lama juga tidak ada yang membeli.
Tiga tahun lalu, masyarakat Islam Los Angeles ingin membelinya. Mereka berasal dari Indonesia. Mereka menerima bantuan dari pengusaha Indonesia yang dulu kuliah di Los Angeles: Boy Thohir. Ia memperoleh gelar MBA dari Northrop University. Sepulang dari Amerika, Boy menjadi bos besar grup Adaro. PT Adaro adalah produsen batu bara terbesar ke-4 di dunia. Kakak Menteri BUMN Erick Thohir.
Karena itu, masjid baru tersebut diberi nama At Thohir. Artinya: suci. Boy Thohir juga yang membantu biaya pelaksanaan renovasi bagian dalamnya.
"Kalau dalamnya boleh diubah total," ujar Avat, nama panggilan Dwirana Satyavat. Meski sering ke Los Angeles, saya tidak tahu semua itu. Saya baru tahu pekan lalu. Tidak sengaja. Saya lagi menelepon Boy Thohir. Tidak diangkat. Lalu, saya WA. Tidak segera dijawab. Tumben.
Ternyata ia lagi di Los Angeles. Saat saya telepon itu, ternyata sedang tengah malam di sana. "Ini lagi lihat pembangunan masjid," kata Boy Thohir sembilan jam kemudian.
"Masjid apa?" tanya saya.
"Sejak saya kuliah di sini kan kita tidak punya masjid. Kasihan orang-orang Indonesia di Los Angeles," katanya.