”Saya wartawan itu hobby merangkap profesi. Jadi tidak kenal pensiun. Karena gemar membaca dan menulis sejak SD lalu konkret jadi wartawan menulis apa yang langsung jadi kebijakan konkret.
Tahun 1967 saya usul pembukaan casino utkdana pembangunan SD. Kalau tidak, 600ribu anak usia sekolah telantar. Langsung dilaksanakan oleh Gub Ali Sadikin.Saya, yang menulis di Harian KAMI, justru dapat hadiah skuter Lambretta, satu pribadi dan satu utk harian KAMI pimpinan NonoMakarim.
Jadi joke saya, lho ini saya anakbuah, karyawan malah setor upeti skuter sama bos. Saya umur 22 waktu itu, mulai jadi wartwan Harian KAMI 1966.Seandainya saya minta saham casino waktu itu, maka tidak akan di TEMPO danPDBI krn CW langsung sudah jadi konglomerat 1967 ha3x.”
PDBI adalah singkatan Pusat Data Bisnis Indonesia. Pak Chris mendirikan lembaga riset dan konsultasi dengan nama itu. Itulah bisnis Pak Chris. Yang masih di lingkungan jurnalisme dan intelektual.
Pak Chris dikenal kritis pada dunia usaha dan pada siapa saja.
Praktik konglomerasi di Indonesia sering menjadi bahasan PDBI. Lengkap dengan pemetaan pemiliknya. Dan gurita bisnisnya.
Sebab itulah, Pak Chris kurang disukai konglomerat tertentu.
Tahun 1998, ketika terjadi pergolakan politik lagi di Jakarta, Pak Chris sangat terpukul. Putri tunggalnya menjadi salah seorang korban kekerasan wanita pada Mei 1998.
Pak Chris langsung membawa putrinya ke Amerika Serikat. Menenangkan diri di sana. Berobat di sana. Menyembuhkan trauma di sana.
Lama sekali Pak Chris menetap di Amerika. Bertahun-tahun. Hatinya sangat terluka. Sangat. Sampai sang putri, awalnya, begitu membenci Indonesia.
Sebenarnya Presiden Gus Dur menawarinya pulang. Ia akan dijadikan Menko Perekonomian. Tapi, Pak Chris memilih mendampingi sang putri di Amerika. Ia mencoba usaha kuliner di sana. Kurang berhasil.
Ia baru pulang setelah sang putri pulih. Ia melihat kenyataan perlakuan kepada Tionghoa sudah seperti layaknya warga negara lainnya. Tiba di Jakarta, ia hidupkan kembali PDBI. Tapi, zaman kebebasan sudah tiba.Data menjadi sangat terbuka. Tidak sama lagi dengan ketika PDBI dibangun. Waktu itu data yang dirilis PDBI selalu mengejutkan –Pak Chris bisa mendapat data dengan caranya sendiri.
Karya tulis yang legendaris dari Pak Chris adalah ”wawancara imajiner dengan Bung Karno”. Ia minta tanggapan almarhum Bung Karno mengenai kejadian-kejadian aktual di masa pemerintahan Presiden Soeharto sampai 1978. Itulah taktik Chris untuk menyindir pemerintahan Soeharto. Buku itu sensitif sekali. Laris sekali. Sampai dilarang dibaca dan diedarkan –bersamaan dengan pemberedelan 7 koran saat itu.
Akhirnya saya sering bertemu Pak Chris: di istana. Di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Yakni, ketika beliau menjadi anggota Wantimpres atau anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN).
Setelah itu pun saya masih sering bertemu. Di kantor Pak Chairul Tanjung –diskusi rutin soal ekonomi terkini. Sebelum Covid.
Selama Covid, praktis hubungan kami hanya lewat telepon atau WA. Ia sering curhat soal berita di TEMPO. Ia juga sering mem-forward pembicaraan politiknya dengan para politikus.