Tapi mengharap dari bank-bank tersebut tidak mungkin lagi. Mereka punya ideologi sendiri: uang harus melahirkan uang.
Tentu PMN (penyertaan modal negara) menjadi salah satu harapan. Banyak yang menyebut besarnya angka SiILPA (sisa lebih penggunaan anggaran –tahun lalu). Yang mencapai Rp 254 triliun.
Politikus akan langsung melihat itu. Namanya saja sisa anggaran. Lebih baik dipakai daripada jadi sisa.
Tapi SiLPA seperti itu juga sudah diikatkan ke APBN tahun berikutnya, 2021. Itu bukan uang nganggur–seperti dikesankan oleh istilah ''sisa anggaran''. Berarti sulit juga mengharap SiLPA.
Tentu harapan lebih besar ke SWF–jangan dilupakan nama ini, meski sudah lama tidak ada kabarnya.
Di situ ada uang ''nganggur'' Rp 14 triliun. Itu modal dari negara untuk SWF. Belum lagi kalau ratusan triliun rupiah dana asing jadi masuk ke SWF –kapan-kapan.
Tentu itu pun juga tidak mudah. SWF adalah juga binatang keuangan. Tidak mudah untuk mengucurkan dana. Hitung-hitungan bisnisnya harus masuk akal –akal mereka.
"Kami sudah setuju menjual lima ruas jalan tol yang sudah beroperasi ke SWF," ujar Budi Harto, dirutHutama Karya.
Hambatannya: IRR lima ruas tol tersebut masih rendah. Yang tertinggi mungkin hanya 10 atau 11. Bahkan ada ruas yang IRR-nya masih 7. Tidak mustahil masih ada yang 5. Sedang SWF–atau lembaga keuangan mana pun– biasanya baru tertarik ke sebuah proyek yang IRR-nya 12 atau 13.
Lalu bagaimana?
Saya percaya seberat apa pun pasti akan ada jalan keluar. Sumatera adalah pulau andalan pertumbuhan ekonomi berikutnya setelah Jawa. Jumlah penduduknya, sumber daya alamnya, dan kedekatan dengan negara tetangganya memenuhi syarat sebagai sumber pertumbuhan berikutnya itu.
Memang sekarang masih besar pasak daripada tiang. Tapi tiang di situ adalah ibarat pohon –kian lama kian besar yang akan bisa melebihi pasaknya.(*)