AMEG - Industri pariwisata tidak jarang dikembangkan di atas lahan produktif. Dalam ekowisata, dampak konservasi harus tetap diperhatikan, melebihi keuntungan konversi lahan produktif yang digunakan.
Hal ini ditegaskan akademisi dari Teknik Lingkungan Institusi Teknologi Nasional (ITN) Malang, Candra Dwiratna Wulandari MT, Sabtu (23/10/2021).
Menurutnya, ekowisata memang harus tetap mendatangkan keuntungan ekonomi masyarakat sekitar, selain bisa menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
"Harusnya ada studi lingkungan dan amdal dulu. Studi lingkungan ini perlu melihat tingkat kesuburan lahan kawasan yang akan digunakan destinasi wisata. Jika dampak positifnya lebih besar dibanding produktifitas lahan yang dikonversi, maka biasanya diijinkan," kata Candra Dwiratna, dalam sesi diskusi Ijen Talk Cityguide 911, Sabtu (23/10) pagi.
Menurutnya, potensi sampah dari sektor industri pariwisata cukup tinggi. Karena itu, prinsip-pinsip ekowisata harus benar-benar dijalankan. Yakni, berwawasan lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan edukatif.
"Ketiga aspek ekowisata ini harus berjalan beriringan dan saling menopang. Tidak hanya bagi pelaku atau pengelola wisata, namun juga masyarakat pengunjung," imbuhnya.
Dikatakan, alam memang punya kemampuan memulihkan diri sendiri dalam kurun waktu tertentu. Tetapi, lamanya tidak bisa diperkirakan pastinya.
"Pelaku dalam ekowisata lebih penting. Jadi, pengelolaan dan pengunjung wisata jangan sampai justru merusak ekologi lingkungan tempat wisata dan sekitarnya," tandas Candra Dwiratna. (*)