Apalagi lokasi PLTA-nya nanti. Makanya membangun PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) di hulu Sungai Kayan itu sulit. Juga sangat mahal. "Biayanya bisa USD 10-15 miliar," ujar Luhut. Itu berarti sekitar Rp 150 triliun. Untuk PLTA-nya saja.
Bandingkan dengan PLTU 2000 MW milik Boy tadi. Yang ''hanya'' Rp 30-an triliun.
Dari segi waktu juga beda jauh. Perkiraan saya, PLTA Kayan itu baru akan selesai 10 tahun lagi. Itu pun baru yang 600 MW. Untuk bisa lebih dari itu perlu membangun PLTA lagi di lokasi lebih hilirnya.
Itu mirip proyek Asahan di Sumut. Yakni di hulu Sungai Asahan. Yang mendapat aliran air dari Danau Toba.
PLTA Asahan-1 -yang paling dekat Danau Toba- berkapasitas 600 MW. Listriknya dialirkan khusus untuk pabrik aluminium milik Jepang di pantai Tanjung Balai.
Itulah yang membuat pabrik aluminium Jepang tersebut berhasil: dapat listrik murah. Padahal tidak ada bahan baku aluminium di Asahan.
Listrik murah lebih menentukan daripada bahan baku -pun bila harus didatangkan dari luar negeri.
Pola Asahan itu yang kelihatannya akan dipakai di KIPI Kaltara. Menurut Boy Thohir, di KIPI juga akan berdiri pabrik aluminium. Tentu orang bertanya- tanya: dari mana bahan bakunya. Itu tidak penting. Yang penting listrik murahnya.
Apa itu KIPI? Saya juga baru tahu: Kalimantan Industri dan Pelabuhan Internasional. Pun sebelum saya hafal singkatan itu kini diganti menjadi Kawasan Industri Hijau Indonesia disingkat KIHI.
"Ini kawasan industri hijau terbesar di dunia," ujar Boy.
Tentu kalau PLTA-nya sudah jadi kelak. Terutama kalau sudah dibangun Kayan 2 dan 3.
Di Asahan sendiri, belakangan, sudah dibangun PLTA Asahan 2 dan 3. Posisinya beberapa kilometer di hilir Asahan 1.
Yang listriknya untuk masyarakat Sumut -lewat PLN.
Pabrik aluminium Jepang itu sendiri kini sudah sepenuhnya milik BUMN: PT Inalum.
Di PLTA Kayan 1 nanti tentu tidak akan mengulang Asahan 1. Yang semua listriknya untuk industri. Desa-desa di sekitar Asahan 1 gelap gulita. Dalam kontrak jual-beli listrik Kayan 1 nanti, bisa disisihkan beberapa sendok listrik untuk masyarakat sekitar.
Saya pun menerima beberapa pertanyaan dari masyarakat di Kaltara: apakah proyek ini akan jadi?