Kombes Wibowo: "Dua tersangka yang kabur, kami tangkap siang tadi, tidak sampai 24 jam dari kejadian." Angka 24 jam, pedoman standar polisi dalam meringkus penjahat.
NF dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dirawat dengan luka robek di punggung.
Kejadian itu disimpulkan begini: Jika korban begal berteriak, maka sangat mungkin korban terluka. Tapi, efeknya warga akan mendengar dan membantu.
Seumpama kejadian dibalik, korban begal diam, dan menyerahkan semua barangnya, sangat mungkin korban tak terluka. Tapi, pembegal sulit ditangkap polisi.
Itu dari sudut pandang korban. Bagaimana dari perspektif pelaku? Apakah simpulan itu benar?
Dikutip dari Reader's Diggest, bertajuk: "I’m a Mugger, Here’s How to Outsmart Me", penulis Lauren Cahn, dimuat 29 November 2021, sangat cocok.
Itu riset berdasarkan wawancara dengan penodong bernama David Solano. Penghuni Penjara New York, Amerika Serikat, untuk hukuman 2 tahun. Solano sudah terbukti menodong lebih dari 100 kali. Sebagian korbannya tewas.
Di situ disebutkan: "Target favorit David Solano adalah, seperti yang ia katakan: Siapa saja yang sendirian. Terutama di tempat sepi. Dan, di kegelapan malam."
Faktanya, kesendirian korban selalu menjadi kriteria pertama Solano dalam memilih target. Ia mengabaikan jenis kelamin, mengabaikan usia, atau bentuk fisik, atau apa pun.
Dipaparkan, Solano perampok jalanan bersenjata. Kebanyakan dengan pistol, sebagian dengan senjata tajam. Sebagian kecil korbannya terluka. Lebih banyak ia sukses merampok. Daripada melukai korban.
Solano mengaku, di awal kejahatannya, ketika ia masih pemula, ia sering melukai korban. Sebab, ia panik ketika korban berteriak. Maka, ia menggunakan senjata akibat panik.
Solano di riset itu: "Sewaktu korban teriak, saya kaget dan bingung. Lalu seperti otomatis, pistol saya meletus mengenai korban. Kalau saya bersenjata pisau, saya langsung menyerang, supaya ia (korban) diam."
Di situlah korban terluka. Dan, Solano gagal melakukan kejahatan. Sebab, tujuan utama Solano adalah merampas harta korban. Bukan melukai atau membunuh.
Solano: "Setiap kali saya melukai korban, apalagi sampai terbunuh (sekitar 3% korban Solano terbunuh) maka saya sedih. Karena, saat itu saya langsung melaksanakan rencana kabur. Meninggalkan rencana merampok."
Artinya, dalam setiap aksinya ia menganalisis gerak-gerik korban. Lantas mengejarnya (bermobil). Memepet mobil korban. Akhirnya menodong.
Ia sudah memahami lokasi tempat ia memepet korban. Paham jalan pelarian. Yang ia perhitungkan, sulit dikejar korban. Atau polisi. Rencana jalan pelarian itu juga untuk mengantisipasi kemungkinan gagal rampok.