Siapa Membunuh Putri (24)

Selasa 27-09-2022,08:05 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Dahlan Iskan

”Semua itu ketengan dari Brigadir Hilmi. Tapi kita tak boleh menyebut namanya. Coba tanya dan minta pendapat ke pengacara Awang dan Runi,” kataku. Ferdy menelepon Restu Suryono. Komentarnya menguatkan keterangan dan data yang kami peroleh. ”Ya, kami sudah mendapatkan informasi juga tentang hasil otopsi itu,” katanya, ”ini menguatkan pembelaan kami di sidang-sidang sebelumnya.”

Rapat redaksi memutuskan headline untuk edisi Dinamika Kota edisi esok: Hasil Otopsi: Awang Bukan Pembunuh Putri. Dengan subjudul: Leher Putri Digorok dari Belakang. Subjudul itu diusulkan Ferdy. Kami berdiskusi panjang soal subjudul itu. Ferdy bahkan mengusulkannya untuk dijadikan sebagai judul utama bukan subjudul. Keduanya adalah fakta baru.

Kami sepakat tetap dengan pilihan headline soal Awang, karena mengarahkan ke tersangka lain. Itu terasa lebih kuat dan membuka ke rangkaian running news berikutnya.

Saya menikmati suara derak-derak mesin cetak, di antara aroma bahan kimia dan bau tinta. Lintasan berlapis-lapis kertas koran yang melaju cepat dari melewati tower-tower pelat itu, sebelum sampai di pisau potong di akhir rangkaian dan kemudian melewati alat pelipat koran di titik paling ujung. Operator percetakan sesekali mengambil contoh hasil cetak, mengecek warna-warna hasil cetak per warna dasar, cyan, magenta, yellow, dan hitam, memastikan apakah pelat sudah terpasang dengan tepat.

Sesi akhir sudah tercetak lima ribu eksemplar ketika Bang Eel datang ke percetakan dengan sekantong besar nasi dan mie goreng bungkus untuk anak-anak percetakan. Ia meminta proses cetak di-stop. Ia minta waktu sepuluh menit kepada awak percetakan. Lalu mengajak saya bicara.

”Angkanya seratus juta!” katanya.

Itu jumlah yang ditawarkan agar kami mengganti headline. Saya pertama-tama heran bagaimana pengacara AKBP Pintor tahu soal headline itu.

”Tadi siapa yang menelepon pengacaranya?” tanya Bang Eel.

”Ferdy,” kataku. Tapi tak mungkin karena telepon itu mereka tahu apa judul headline kami besok. Pasti ada yang membocorkan. Mereka bahkan dapat kiriman fotonya, Bang Eel menunjukkan ke saya.

”Ini siapa yang kirim ke mereka?” tanyaku.

”Nggak pentinglah siapa. Ini gimana sikap kita? Kita terima tawaran mereka ini?”

”Bang, besok itu hari pertama kita jual dengan harga banderol eceran baru. Kalau headline diganti, saya tak tahu apa ada yang lebih kuat, dan pasti koran telat beredar besok, hancur pasar kita. Agen-agen sudah tahu makanya mereka naikin orderan,” kataku.

”Jadi kau tak setuju? Kita tolak aja? Soal ganti headline kan kita sudah pernah juga sebelumnya.”

”Memang pernah, tapi bukan karena tekanan dan berbau sensor kayak gini, Bang. Kita harus menolak. Merepotkan anak-anak percetakan. Kita harus manggil anak-anak desain, ganti pelat lagi, itu yang sudah tercetak lima ribuan dibuang? Repot, Bang!”

Bukan kerepotan itu yang terutama saya hindari tapi integritas yang terbeli. Sekali orang tahu berapa harga diri media kami, orang akan mudah mengukur berapa harus menawar sikap kami. Dan selamanya kami akan tergadai. Berita pembunuhan Putri ini belum selesai. Saya merasa ada tugas untuk mengawal kasusnya sampai pada vonis pengadilan.

Saya bertahan di percetakan sampai koran selesai dicetak. Ada kelegaan luar biasa melihat bagaimana koran-koran dikemas, dibungkus, diikat sebundel-sebundel, lalu dibagi-bagi sesuai orderan agen. Hari itu orderan dari agen naik hampir 20 persen. Hendra juga usul tambah oplah untuk promosi.

Tags :
Kategori :

Terkait