Dituturi Malah Mateni di Kalideres

Rabu 26-10-2022,13:11 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Djono W. Oesman

Pembunuhan di Kalideres itu sudah terjadi. Kelihatan jelas, korban melakukan kesalahan. Mayoritas pembunuhan terjadi, akibat kesalahan korban. Meskipun, ini bukan faktor pemaaf bagi pelaku.

Hans von Hentig dalam bukunya, "The Criminal and His Victim" (Yale University Press, 1948) menyebutkan, pembunuhan terjadi atas hasil interaksi antara pembunuh dengan korban. Meski interaksi sangat minim. Kecuali, pembunuh gila yang memilih korban secara acak.

Hans von Hentig (1887 - 1974) psikolog kriminal Jerman. Lahir dan dibesarkan di Berlin, Jerman. Ia pindah ke Amerika Serikat pada 1935, ketika Amerika dilanda krisis ekonomi parah (The Great Depression, 1929 - 1939). Lalu, ia mengajar di Universitas Yale, AS.

Hentig dalam studinya fokus ke victimology. Cabang ilmu kriminologi. Tapi, banyak ahli menyatakan kriminologi dan viktimologibagai kakak-beradik. Tak dapat dipisahkan. Jika mempelajari kejahatan, wajib mempelajari korban kejahatan.

Viktimologi berasal dari Bahasa Latin: Victima, berarti korban. Logos, berarti ilmu.

Tujuan viktimologi, mengajarkan kepada masyarakat, jangan sampai jadi korban pembunuhan. Pelajari, sebelum dibunuh. Karena hipotesis kriminologi: Mayoritas pembunuhan akibat kesalahan korban.

Teori Hentig kemudian dilanjutkan Martin F. Wolfgang, dalam bukunya,

"Victim Precipitated Criminal Homicide" (1957) yang menganalisis pembunuhan lebih detil.

Wolfgang kriminolog spesialis pembunuhan. Ia mantan polisi Amerika di Divisi Pembunuhan.

Menurutnya, seperti dalam bukunya, suatu pembunuhan bakal terjadi, jika memenuhi empat syarat, sebagai berikut:

1) Harus ada provokasi yang memadai. Dimulai dari topik pembicaraan antara pelaku dengan korban. Kemudian, pembicaraan mereka bertolak-belakang, atau berlawanan.

2) Harus terjadi dalam panasnya nafsu. Pembicaraan antara pelaku dengan korban yang berlawanan, jika diteruskan, kian lama kian panas. Masing-masing bernafsu menyakiti.

Panasnya nafsu (emosional) bisa dari pembicaraan antara pelaku-korban, atau pelaku sudah emosional, sebelum bertemu korban.

3) Harus ada provokasi. Bisa oleh orang lain selain pelaku-korban, atau oleh topik pembicaraan pelaku-korban. Atau adanya benda yang bisa dijadikan menyakiti orang.

4) Harus ada hubungan kausalitas antara provokasi dengan panasnya nafsu. Jika terjadi hubungan sebab-akibat antara provokasi-nafsu, itulah puncak emosi. Terjadilah pembunuhan.

Tapi, empat syarat ini tidak berlaku untuk pembunuhan berencana. Pasal 340 KUHP. Tidak. Ini hanya berlaku untuk pembunuhan biasa, Pasal 338 KUHP.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler