Data NIK Bocor, Menteri Merespons
Diisukan, 279 juta data orang Indonesia bocor, dijual hacker. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate bereaksi. ”Kementerian mendalami dugaan itu,” katanya kepada pers Kamis (20/5).
***
AMEG - Tidak gampang jadi pejabat negara sekarang. Menghadapi isu medsos macam begini, serbasalah. Kalau didiamkan, dituduh cuek. Kalau komentar, bisa salah.
Pelontar isu tersebut adalah akun Twitter @ndagels bergambar burung. Dituliskan, 279 juta data penduduk Indonesia bocor, dijual di forum hacker Raid Forums.
Data yang dijual di internet itu, katanya, meliputi nomor induk kependudukan (NIK), nama, alamat, nomor telepon, bahkan gaji.
"1 juta sampel data untuk tes. Seluruhnya 279 juta. 20 juta di antaranya punya foto pribadi," tulis @ndagels.
Unggahan itu langsung viral. Sampai ditanggapi Menkominfo. Walau hanya sekilas.
Hasil sensus penduduk, Badan Pusat Statistik, per September 2020, jumlah penduduk Indonesia 270,2 juta.
Di isu itu, 279 juta bocor. Ibarat beras sekarung isi 100 kg, yang bocor 110 kg.
Seumpama disebutkan 270 juta (sama dengan jumlah penduduk) pun, berarti termasuk bayi-bayi.
Pembuat isu ”meng-internasional”. Mungkin terinspirasi Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA). Yang pada awal 2014 mengungkap, seluruh warga AS dimata-matai pemerintah. Intinya, tidak ada privasi lagi bagi masyarakat.
Cuma, jumlah data di isu @ndagels ini kelihatan sebagai dagelan.
Tidak ada privasi lagi bagi publik, bukan problem zaman now. Melainkan sudah kuno.
Seratus tiga puluh satu tahun lalu, kebocoran privasi jadi topik bahasan akademik di AS. Gegara buku karya bersama dua pakar hukum: Samuel Dennis Warren dan Louis Dembitz Brandeis.
Warren adalah pengacara Boston, AS. Brandeis, hakim di Mahkamah Agung AS (1916–1939). Mereka menulis buku The Right to Privacy. Diterbitkan Harvard Law Review, 15 Desember 1890.
Sumber: