Pilkada Jawa Timur Dinilai Paling Kompetitif

Pilkada Jawa Timur Dinilai Paling Kompetitif

PKB--

JATIM, AMEG.ID - Minggu (31/8) Ketua Dewan Pembina The Constitutional Democracy Initiative - Amiruddin Al Rahab menyampaikan Pilkada Jatim 2024 dinilai sebagai kontestasi paling kompetitif di antara provinsi lainnya.

 

"Saya melihat, hanya di Jawa Timur yang terjadi kompetisi, itu yang sehat," kata Ketua Dewan Pembina The Constitutional Democracy Initiative (Consid), Amiruddin Al Rahab, dalam diskusi daring, Jakarta, Minggu, 1 September 2024.

Ketiga pasangan calon yang sudah mendaftar ke KPU Jawa Timur adalah Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak, Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta, dan Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim. Khofifah-Emil diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. Risma-Zahrul diusung PDI Perjuangan dan Luluk-Lukman diusung PKB.

"Partai-partai berani mencalonkan tokoh yang memang dari partai itu, dan membuka ruangan menjadi lebar untuk berkompetisi. Di provinsi lain saya melihat tidak seperti itu," ujar Amiruddin.

Menurut Amiruddin 3 pasangan yang calon gubernurnya perempuan menunjukkan partai politik benar-benar memanfaatkan putusan MK Nomor 60 Tahun 2024.

Menurut dia, fenomena yang terjadi di Jawa Timur dapat dimungkinkan karena MK mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024. Putusan MK ini menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik. MK menyelaraskan ambang batas dengan syarat dukungan yang dikumpulkan pasangan dari jalur independen, sesuai jumlah penduduk pada daerah masing-masing.

Namun, Wakil Ketua Komnas HAM periode 2017-2022 itu menilai tidak semua partai politik memanfaatkan putusan tersebut dalam mencalonkan kepala daerah. Dia mengatakan partai politik belum mampu melakukan kaderisasi dengan baik yang akhirnya dicalonkan sebagai kepala daerah.

Dia juga menilai tidak semua partai politik memanfaatkan putusan itu dalam mencalonkan kepala daerah karena belum melakukan kaderisasi dengan baik.

 

"Mungkin ini akibat juga dari terjadinya sentralisasi politik. Itu membuat kader-kader di daerah tidak berkembang. Sentralisasi politik memunculkan karakter dalam parpol, yakni klientelisme. Siapa yang kuat berpegangan dengan petinggi partai di pusat, dialah yang bisa jadi di daerah," ujar dia.

Sumber: