Sri Mulyani Sebut Muncul Persoalan Baru Yang Dihadapi Negara Termasuk Indonesia
persoalan tersebut adalah persaingan tarif pajak yang tidak sehat.--
Jakarta, AMEG.ID - Menteri Keuangan - Sri Mulyani Indrawati mengatakan persoalan tersebut adalah persaingan tarif pajak yang tidak sehat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut persoalan tersebut adalah persaingan tarif pajak yang tidak sehat.
Kabar buruk tentang masa depan itu terungkap dalam paparan Sri Mulyani dan Perry saat bertandang ke Badan Anggaran DPR pada Selasa (4/6/2024) dan Komisi XI DPR RI pada Rabu, (5/6/2024). Dalam dua kesempatan tersebut, Sri Mulyani memaparkan kondisi perekonomian dunia yang menjadi acuan dalam penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk anggaran pemerintahan baru.
Perry Warjiyo juga memberikan pandangannya terkait situasi global terkini yang akan berpengaruh pada perekonomian RI ke depan. Berikut ini sejumlah paparan Perry dan Sri Mulyani mengenai kondisi perekonomian ke depan.
"Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dunia saat ini adalah kompetisi tarif pajak yang tidak sehat," tulisnya di Instagram @smindrawati, Jumat (20/9/2024).
Kata Sri Mulyani Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dari berbagai negara untuk menjawab persoalan tersebut.
Sebagai salah satu organisasi internasional yang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan sosial di seluruh dunia, terang Sri Mulyani, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) bekerjasama dengan Kementerian Keuangan dari berbagai negara di seluruh dunia untuk menjawab persoalan itu.
"Salah satunya adalah melalui Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR) yang semalam saya tandatangani bersama-sama dengan 42 negara dan yurisdiksi lainnya. MLI STTR ini merupakan salah satu instrumen dalam Pillar Two yang merupakan bagian kesepakatan global untuk meminimalisir kompetisi tarif pajak yang tidak sehat," paparnya.
Sri Mulyani menyebut melalui Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR) Indonesia menjadi lebih awal mengadopsi instrumen penting ini sebagai solusi untuk melindungi pajak korporat.
"Kami perkirakan rupiah akan bergerak stabil dan menguat terutama karena kenaikan BI rate kemarin, premis risiko menurun dan prospek ekonomi yang baik dan imbal hasil menarik," ungkap Perry.
Perry menjelaskan setelah BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25% pada April 2024, arus modal asing mulai kembali masuk dan rupiah mengalami apresiasi. Meskipun secara tren rupiah melemah dibandingkan akhir 2023.
"Alhamdulillah arus modal asing kembali dan upaya stabilisasi yang kami lakukan untuk nilai tukar cukup bagus," pungkasnya.
Sri Mulyani menuturkan, dengan menandatangani MLI STTR, Indonesia menjadi lebih awal mengadopsi instrumen penting ini. Menurutnya, perjanjian penting ini merefleksikan fakta MLI STTR menjadi prioritas penting bagi banyak negara berkembang yang menjadi anggota Inclusive Framework of Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), memulihkan hak-hak pemajakan atas beberapa tipe transaksi lintas batas intra termasuk bunga, royalti, dan pembayaran atas jasa lainnya.
Bank Indonesia (BI) memandang ketidakpastian ekonomi masih tinggi ke depan. Dimulai dari perekonomian global yang diperkirakan sama seperti tahun ini, yaitu tumbuh 3,1%.
"Ekonomi global tahun depan itu juga masih tidak pasti," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (4/6/2024)
Masalah berikutnya adalah inflasi global yang masih tinggi. Meskipun banyak negara sudah menaikkan suku bunga acuan, akan tetapi sulit turun dalam level yang aman.
Perry menyebutkan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (the Fed) diperkirakan baru menurunkan suku bunga acuan pada akhir tahun.
"Bagi negara berkembang, mobilisasi sumber daya menjadi sangat penting, dan MLI STTR ini menjadi salah satu solusi tambahan bagi negara berkembang untuk melindungi basis pajak korporat mereka. Saat ini, sudah lebih dari 1.000 perjanjian perpajakan - kurang lebih 1/4 dari perjanjian perpajakan di seluruh dunia- tercover oleh komitmen ini," paparnya.
Sumber: