Ekonomi Ingatkan Beban Utang Pemerintah Terus Naik
Realisasi penarikan utang pada periode agustus 2024 yang mencapai 347,6 triliun.--
Jakarta, AMEG.ID - Ekonom Bright Institute - Awalil Rizky mengatakan realisasi penarikan utang pada periode agustus 2024 yang mencapai 347,6 triliun sudah memperhitungkan antara penarikan utang baru dan pelunasan pokok utang lama.
Realisasi ini setara 53,6% dari target penarikan utang tahun ini yang sebesar Rp 648,1 triliun.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan bahwa realisasi penarikan utang pada periode tersebut sudah memperhitungkan antara penarikan utang baru dan pelunasan pokok utang lama, baik jenis Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman.
Ia menambahkan, sebenarnya pokok utang yang harus dibayarkan oleh pemerintah hampir sebesar Rp 800 triliun pada tahun 2024. Sedangkan defisit diperkirakan pada kisaran Rp 600 triliun.
"Dengan demikian, kebutuhan berutang bisa mencapai Rp 1.400 triliun, bahkan lebih karena ada pengeluaran pembiayaan," ujar Awalil kepada, Selasa (24/9).
Kata Awali pemerintah memang merencanakan pembiayaan utang neto pada 2024 sebesar 533 trilliun sedangkan pokok utang yang harus dibayarkan oleh pemerintah sebesar 800 triliun pada 2024.
Awalil mengatakan, pada tahun 2024 ini pemerintah merencanakan akan memakai satu sumber pemasukan yang tidak selalu dipakai.
Menurutnya, nilainya cukup besar, yakni diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 150 triliun.
"Dengan demikian, jika tanpa SAL, maka pembiayaan utang akan mencapai lebih dari Rp 700 triliun," katanya.
Awalil menyebut, kondisi gali lubang yang lebih besar untuk menutup lubang ini akan terus berlangsung dan memberatkan di masa mendatang.
Apalagi, pemakaian SAL tidak dimungkinkan secara besar-besaran setiap tahun sehingga pembiayaan utang pada tahun 2025 direncanakan sebesar Rp 775 triliun.
Ia memperkirakan, ke depan kebutuhan berutang yang besar meningkatkan risiko pembiayaan dalam pengelolaan fiskal. Nah, jika pemerintah tidak memperoleh utang baru secara mencukupi, maka hal tersebut akan menjadi masalah keuangan negara.
Sementara Awali menyebut kondisi gali lubang yang lebih besar akan menutup lubang utang ini dan akan terus berlangsung dan memberatkan di masa mendatang.
"Beban utang yaitu pembayaran pokok utang dan bunga utang pun makin memberatkan. Rasionya atas pendapatan telah mencapai 40%. DSR ini umumnya direkomendasikan mesti di bawah 25%," jelasnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, Indonesia memang sudah memasuki era jebakan utang sehingga pemerintahan tidak bisa jalan tanpa adanya tambahan utang.
"Bahasa sederhananya kita sedang menjalani era gali lubang tutup lubang. Lubang yang kita gali pun semakin lama semakin besar, karena kita tidak hanya berutang untuk menutup defisit anggaran, tetapi juga berutang untuk membayar bunga dan membayar utang yang jatuh tempo," ujar Wijayanto.
Apalagi, utang yang sifatnya terselubung (hidden debt) berupa utang BUMN non perbankan, berbagai jaminan pemerintah dan utang intergovernmental berupa defisit berbagai program seperti pensiun dan jaminan kesehatan akan membuat situasi ini semakin rumit.
Wijayanto menambahkan, penarikan utang sebesar Rp 347,6 triliun tersebut merupakan konsekuensi situasi yang sedang dialami Indonesia.
Ia memperkirakan pada tahun 2024 ini pemerintah akan menerbitkan utang sekitar Rp 1.000 triliun, dimana sekitar 60 persennya merupakan utang baru. Ini didasarkan pada asumsi defisit sebesar 2,29% terhadap Produk Domestik Bruto(PDB), keseimbangan primer mendekati nol serta utang jatuh tempo sebesar Rp 379 triliun.
Sumber: