Bunglon Seni Pop
AMEG - Dalam waktu singkat, Rina Sawayama memantapkan posisi sebagai ikon pop dari kalangan queer. Album perdana dia, Sawayama, yang dirilis tahun lalu, langsung ngehit. Ia menempati posisi ke-8 tangga lagu UK Indie. Juga menembus posisi keenam Billboard US Heat. Oleh Billboard, penyanyi asal Jepang itu disebut sebagai artis yang fanbase-nya tumbuh paling cepat di dunia.
Dia bahkan dipuji habis-habisan oleh legenda pop Inggris yang kebetulan queer: Elton John. By the way, queer adalah istilah untuk mendeskripsikan identitas jender yang tidak straight. Lesbian, gay, biseksual, dan transgender bisa masuk kategori ini.
’’Rina adalah bunglon seni pop,’’ kata John, yang berkolaborasi dengan Sawayama dalam lagu Chosen Family. Sebuah ballad yang mengisahkan bagaimana dia menemukan kehangatan keluarga dalam komunitas queer.
’’Album debut dia sangat pintar. Dia dengan percaya diri menciptakan perjalanan ala kaleidoskop yang merangkum seluruh spektrum genre musik pop. Dia dengan lincah dan cerdik mengganti gigi dari track satu ke track berikutnya. Membuat pendengar menebak-nebak terus, lagu seperti apa yang dia sajikan selanjutnya,’’ papar pelantun Candle in the Wind tersebut.
Sawayama memang sudah di ambang pintu industri pop mainstream. Namun, posisi itu tidak dia raih dengan mudah. Ketika masih berusia belasan, dia pernah mengalami diskriminasi rasial yang lumayan parah. Tepatnya ketika kuliah di University Cambridge’s Madgalene College. Sebagai perempuan berwajah Asia di negeri snobby seperti Inggris, dia dikucilkan. ’’Apalagi kampusku patriarkal sekali,’’ curhat dia kepada Billboard.
Nah, saat itu, Sawayama menemukan perlindungan di tengah komunitas mahasiswa queer yang kreatif di kampus. Bersama teman-teman, dia lantas membentuk drag band bernama Denim. Berlatih musik bareng mereka, tampil di panggung, dan melewati hari-hari dengan mereka, Sawayama berhasil mengusir perasaan terisolasi dan depresi yang nyaris merenggut nyawa dia.
Hingga kini, meski Denim sudah bubar, dia memilih mengusung identitas drag. Yang kerap diasosiasikan dengan dandanan banci. Dia menyalurkan jiwa drag dalam cara yang artistik dan penuh makna. Seperti yang dilakukan Lady Gaga.
’’Aku sangat terinspirasi oleh budaya drag. Di situ, orang menjadikan trauma dan insecurity-nya sebagai kostum,’’ papar Sawayama. ’’Alih-alih menyembunyikan ketakutan, mereka malah merayakannya, dan mengubahnya menjadi sebuah karakter yang sama sekali berbeda. Itu juga yang ingin kulakukan dalam album debutku, Sawayama,’’ papar penyanyi 30 tahun itu.
Seperti komunitas queer yang memberinya rasa aman selama di kampus, Sawayama berharap keberadaan dia juga bisa menjadi perlindungan buat fans. Sawayama bakal menggelar tur konser di musim gugur nanti. Dia berharap, venue konser nanti menjadi tempat paling aman di dunia buat para queer, orang-orang kulit berwarna, dan kaum minoritas lain. Way to go, girl! (*)
Sumber: