Kuah Merahnya Memikat

Kuah Merahnya Memikat

Lontong kikil sapi banyak ditemui di Jawa Timur. Makanan yang menjadi kuliner favorit itu bisa ditemui di banyak tempat. Selama melakukan perjalanan mulai pagi sampai sore dari Surabaya hingga Mojokerto, saya mencicipi dua rasa lontong kikil sapi.

***

AMEG - Pada 5 Juni lalu, saya sengaja melakukan ”perjalanan rasa”. Mulai dari Surabaya ke arah Mojokerto. Guna mencicipi beberapa lontong kikil sapi yang saya temui selama di perjalanan. Di jalur itu, ada dua klan lontong kikil sapi Sidoarjo. Klan Sepanjang kuahnya berwarna kuah merah. Sementara klan Krian kuahnya berwarna kuning.

Dari pengalaman yang saya temui, semua penjual kikil itu memasaknya dengan seni cita rasa yang sepadan. Inilah yang membuat persebaran lontong kikil sapi di beberapa tempat lain hampir sama rasanya.

Saya mulai mencicipinya ketika memulai perjalanan dari Mojokerto ke Surabaya. Rencananya, selama menyusuri jalan ke arah selatan, saya mencobanya. Jam 10 perut saya sudah mulai terasa lapar. Saya berhenti di sebuah warung yang posisinya ada di belakang Gedung Grahadi atau Jalan Ketabang Kali. Di pujasera itu saya pesan lontong kikil sapi. Kuahnya berwarna merah.

Sajian lontong kikil sapi klan Sepanjang yang saya buru di Jalan Sepanjang Tani dekat Menara air Sepanjang. (Firitri untuk Harian Disway)

Setelah menikmatinya, saya bergerak ke arah selatan. Untuk menikmati kikil klan Sepanjang di warung milik Cak Ratno yang dikenal dengan kikil Kaliasin di Jalan Kombes Pol M Duryat. Setelah saya memesan, pedagangnya segera mengambil lontong. Ia memotongnya dan menempatkannya ke dalam mangkuk.

Tampak kikil dengan kuah ditempatkan di dalam panci blirik, begitu kata orang Jawa. Panci yang lazim digunakan dalam masakan berkuah panas karena food grade. Kuahnya di dalamnya terlihat merah. Ada bagian bening yang tak lain lapisan lemak yang terkena panas yang menjadi cair sehingga mirip minyak. Mengapung di atas kuah.

Panasnya mungkin mencapai 100 sampai dengan 103 derajat Celcius. Melebihi mendidihnya air yang hanya 90 derajat Celcius. Kuah kikil ini dapat sepanas ini karena kandungan lemak dan bumbu. Saya lihat bagaimana penjual mengaduk kuah untuk mencampur minyak, air, dan potongan kikil di dalam panci. Kuahnya mengeruh. Ia segera mengguyurkan ke dalam mangkuk berisi potongan lontong. ”Byurrr.” Kuah dan kikil pun berpindah dari panci ke dalam mangkuk.

Sajian lontong kikil sapi klan Sepanjang yang saya buru di Jalan Sepanjang Tani dekat Menara air Sepanjang. (Firitri untuk Harian Disway)

Saat sudah disajikan begitu, maka bisa dirasakan bila lontong akan terasa manis terbalut asin dan gurihnya kuah kikil. Kuah kikil ini sebenarnya berbumbu soto. Bumbu regularnya terdiri dari bawang putih bawang merah, ketumbar, jahe, kemiri lada dan daun jeruk putur serta serai yang ditambah cabai merah.

Kikil yang berkuah itu berupa kaki sapi yang dipotong melintang. Tulang dan daging yang masih menyatu direbus bersama dalam waktu yang cukup lama. Rasa daging kaki bagian bawah yang sebelumnya sangat keras akan menjadi lembut karena perebusan yang sangat lama itu. Sementara sumsum tulang dan lemak menjadi cair dan bercampur kersama kuah. Tersuspensi ya, bukan larut lho.

Untuk merasakan nikmat kuahnya, saya tidak ingin merusak rasa kikil ini dengan tambahan lain kecuali perasan jeruk nipis dan sambal. Dengan cara itu saya bisa mendapatkan kenikmatan asli kuahnya. Bisa juga menambah kecap asin atau kecap manis sebagai pelengkap rasa. Tergantung selera.

Agar makin pas, saya memakannya panas-panas bersama lontong. Lontong itu akan menyerap bumbu kuah. Asin, gurih, dan pedas kuahnya yang membalut lontongnya akan membuat lontonng menjadi manis lho. Bagian inilah yang membuat saya selalu kangen memakan lontong kikil sapi. Apalagi harganya hanya Rp 20 ribu seporsi.

Santapan lezat itu saya tutup dengan memesan segelas es teh.

Sajian lontong kikil sapi klan Sepanjang yang saya buru di Jalan Sepanjang Tani dekat Menara air Sepanjang. (Firitri untuk Harian Disway)

Sebenarnya ada banyak lontong kikil sapi serupa seperti di dekat eks Pabrik Bir di Jalan Ratna. Namun saya memilih langsung ke Sepanjang. Kabarnya sih yang paling enak adalah di bawah menara air. Itulah yang saya buru. Namun saat masuk di Jalan Pagesangan, saya sudah menemukan lontong kikil sapi Pak Said. Warungnya menempel dinding pabrik korek api.

Namun saya terus saja ke arah Jalan Raya Sepanjang Tani. Ada warung Dua Putra di sana. Tapi saya melaju hingga ketemu dengan kikil yang saya maksudkan. Di sini, kuahnya pun sama. Si merah yang memikat. Tak jauh dari tempat saya makan, ada warung lontong kikil lain. Kikil Pak Madekan. Nama yang sangat terkenal sejak 1960. Membuat hati ingin singgah. Tapi sayang, perut saya sudah penuh.

Sumber: