Bendera Putih

Bendera Putih

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Kak Jah tidak setuju dengan kritik itu. Dia melahirkan ide tersebut secara spontan. Yakni ketika Kak Jah membaca berita kian banyak saja orang mati bunuh diri. Yang ingin dia tolong bukan saja yang kesulitan makanan tapi juga yang merasa depresi. Kak Jah juga tidak setuju bendera putih dianggap sebagai lambang menyerah.

"Sekarang ini semua warna sudah identik dengan partai tertentu. Tinggal warna putih yang belum," katanyi.

Apakah krisis Covid di Malaysia lebih parah dari di Indonesia? "Kurang lebih sama beratnya," ujar seorang pengusaha Indonesia yang sering ke Kuala Lumpur –karena istri keduanya wanita Malaysia. 

Ia sangat tahu keadaan Indonesia dan Malaysia. Saya pernah diajak ke rumahnya yang megah di Kuala Kumpur. Saya dijemput mobil Rolls-Royce-nya. Tapi, rasanya, ia terlalu membela negeri istri mudanya.

Harusnya krisis Covid di Malaysia lebih parah dari Indonesia. Di sana krisis Covid bercampur dengan krisis politik. Apa yang terjadi di politik kita antara 2000 sampai 2004 sedang terjadi di sana. Sampai-sampai saya melihat ada video yang diviralkan seorang emak selama 30 menit. Isinya memaki-maki politisi.

"Rakyat sudah tidak bisa makan masih saja tiap hari bicara rebutan kursi," begitu intinya. Kita bersyukur tidak ada rebutan kursi di sini. Baru ancang-ancang. Dan masih malu-malu. Di sini, bahkan, justru ada yang rela menyerahkan kekuasaan mereka: anggota DPR itu. Demi lancarnya penanganan Covid –dan terbukti, kata mereka, Covid terkendali. (*)

Sumber: