RBC Institute UMM Kritisi Digitalisasi Pendidikan Jarak Jauh

RBC Institute UMM Kritisi Digitalisasi Pendidikan Jarak Jauh

AMEG -- Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute A Malik Fadjar menyelenggarakan Bincang Pendidikan bertajuk: Transformasi dan Digitalisasi Budaya Belajar Jarak Jauh.

Narasumber yang hadir: Prof Dr Zainuddin Maliki M.Si (Anggota Komisi X DPR RI) dan Rina Wahyu Setyaningrum M.Ed (Dosen FKIP UMM). Turut hadir pula Nashir Effendi, selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

Mengawali diskusi, Prof Zainuddin Maliki mengakui. Pendidikan jarak jauh yang saat ini berjalan lebih dari dua tahun, belum menghasilkan pembelajaran yang memuaskan. Proses pembelajaran yang diharapkan juga belum terlaksana dengan baik.

Ia menilai pendidikan jarak jauh yang berlangsung kurang efektif. Salah satu faktornya adalah aspek teknologi. Menurutnya, teknologi digital belum bisa dikuasai dan dimanfaatkan dengan maksimal. Utamanya oleh para pengajar dan pendidik.

“Fenomena tersebut harus menjadi evaluasi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Para tenaga pendidik juga diharapkan mampu menempa diri dan menerapkan serta mengemas pembelajaran dengan menarik. Yakni dengan menggunakan metode Somatis, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI),” lanjut pria yang pernah menjabat sebagai Dewan Pendidikan Pemprov Jatim ini.

Pada kesempatan yang sama, Rina Wahyu Setyaningrum yang didapuk sebagai pemateri kedua menyoroti terkait adanya perbedaan yang signifikan antara pembelajaran daring dan luring. Ketika daring, sebagian besar anak-anak sering merasa sendiri karena tidak memiliki orang yang bisa menjadi konsultan secara langsung.

“Padahal saat pembelajaran luring, tidak jarang siswa mengalami kesulitan dan diatasi oleh para guru secara langsung. Sedangkan ketika di rumah, siswa harus mempersiapkan semuanya sendiri,” tuturnya menjelaskan.

Kendati demikian, Rina, panggilan akrabnya mengatakan ada beberapa hal positif yang didapat oleh siswa dalam pembelajaran daring. Misalnya saja mengerjakan tugas bersama teman sebayanya.

Ia juga mengungkapkan bahwa pendidikan karakter dapat disinergikan selama pendidikan jarak jauh. Rina mencotohkan salah satu sekolah di Surabaya yang mengaplikasikannya melalui rutinitas pagi hari.

“Saat sebelum pembelajaran daring berlangsung, peserta didik diminta melakukan hafalan ayat-ayat pendek Al-Quran, memahami maknanya, serta menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Selain itu, nilai integritas dan kemandirian juga bisa dilakukan bersama orang tua di rumah sesuai dengan petunjuk guru dengan melaporkan hasil kegiatan melalui bukti foto,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Nashir Effendi. Ia menilai diskusi yang dilakukan di ruang digital jauh lebih interaktif. Misalnya saja pembelajaran melalui Google Classroom yang mendorong para siswa pendiam untuk mengajukan pertanyaan saat kurang memahami materi. 

Di akhir pemaparannya, ia mengatakan bahwa perubahan paradigma proses pembelajaran di dalam kelas adalah langkah strategis dalam menghadapi era digital.

Tujuannya adalah untuk menciptakan proses yang penuh dengan pengalaman menarik. Selain itu juga dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berkolaborasi dengan para guru dan temannya. (*)

Sumber: