Batik KWB Tembus Pasar Dunia
AMEG - Dengan proses yang lumayan rumit. Terciptanya batik ternyata telah ada sejak kerajaan Majapahit. Kesenian batik secara cepat, meluas di Indonesia. Terkhusus di pulau Jawa, akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Tak terkecuali di Kota Wista Batu (KWB). Perkembangan batik tak mau tertinggal dengan wisatanya. Bahkan kualitas batik di KWB, telah diakui dunia.
Salah satu pengrajin batik, Sumari mengatakan, perkembangan batik KWB terus berkembang seiring bergantinya waktu. Dulu hanya ada satu jenis batik, yakni klasikan.
‘’Dengan bergantinya waktu, batik di KWB terus berkembang menjadi berbagai jenis. Seperti batik apel, batik banteng, batik soganan halus dan batik pecelan,’’ ungkapnya kepada ameg.id, Sabtu (24/4/2021).
Di KWB sendiri, batik yang paling di cari pelanggan adalah batik apel. Namun dalam perwujudannya, tak hanya menggambarkan apel saja. Juga menggambarkan somping waderan yang diambil dari bentuk wayang.
‘’Batik di KWB agak lain dari kota lain. Misalnya seperti pekalongan, batiknya ya hanya seperti itu saja. Namun batik di KWB agak nylentang atau keluar dari pakem. Gambarnya juga seenaknya. Tidak sama dengan Solo dan Jogja yang mengedepankan batik soganan,’’ kata Sumari.
Untuk pemasaran batik, Sumari sering mengikuti pameran. Seperti di Jakarta, Jogja, ataupun Surabaya. Selain itu ada juga pembeli yang melakukan pembelian secara online.
Bagi pasar internasional, Sumari telah memiliki pelanggan dari berbagai negara. Seperti Belanda, Singapore dan Jepang. Sekali ekspor bisa mencapai 50 biji batik KWB.
‘’Bahkan ada pembeli dari Belanda, datang langsung kesini untuk membeli batik. Selain membeli mereka juga belajar membatik disini,’’ ungkapnya.
Jika sedang ramai pesanan, Sumari mengaku dalam sebulan mampu memproduksi hingga 200 potong batik KWB. Batik termahal yang pernah ia jual adalah batik apel. Dibeli orang Belanda seharga Rp50 juta.
Dikatakan Sumari, untuk pembuatan batik yang menggunakan canting, biasanya memakan waktu empat hari. Teknik pembuatannya ada yang dicelup, ada juga buka tutup dan colet. Jenis kainnya, menggunakan kain primis.
‘’Colet sendiri adalah teknik pewarnaan yang dilakukan secara keseluruhan dan tak boleh ada yang bocor. Sedangkan teknik buka tutup adalah teknik setelah dilakukan pewarnaan ditutup dengan pewarnaan lagi,’’ terangnya.
Sumari berharap, batik bisa lebih dikenal oleh masyarakat luas. Sekaligus agar masyarakat mulai menghilangkan batik print. Karena dapat merusak citra batik. Apalagi ketika batik sudah diakui dunia. Bisa rusak karena adanya batik print.
‘’Sejelek-jelek batiknya, kita tetap menggunakan batik tulis maupun batik cap, yang berbasis menggunakan malam panas. Karena batik yang sesungguhnya adalah batik yang menggunakan printtang malam panas. Baik batik tulis maupun batik cap,’’ tandasnya. (avi)
Sumber: