Membaca Kartu Tarot dengan Prinsip Membantu

Membaca Kartu Tarot dengan Prinsip Membantu

Para pembaca kartu tarot di Surabaya berkumpul dalam sebuah komunitas. Fullmoon namanya. Di dalamnya, sejumlah orang-orang yang meramal dengan satu dek kartu berjumlah 78 itu bisa saling bertukar pengalaman. Ternyata, jenis kartu yang dimainkan beragam jenisnya. Urusannya pun tak sekadar ramal-meramal nasib lho. Bagaimana komunitas itu terbentuk?  
-------------------------------------
Fullmoon, komunitas tarot Surabaya, didirikan berawal dari kebiasaan Arya Anggoro yang suka sekali nongkrong. Founder Fullmoon itu biasanya bertemu teman-temannya di sebuah restaurant siap saji di Plaza Surabaya, Surabaya. Kebetulan, mereka yang suka kongko dengan Arya itu sama-sama menyukai karto tarot dan hal-hal khusus terkait sixth sense.
Hal itu membuat satu sama lain merasa ada  satu benang merah yang menyatukan mereka semua. Setidaknya sama-sama bisa membaca kartu tarot. ”Kemampuan khusus yang tak semua dimiliki orang itulah yang mendorong saya dan teman-teman sepakat mendirikan komunitas tarot Surabaya yang kami namai Fullmoon,” terangnya.
Jauh sebelum mendirikan Fullmoon, Arya sebenarnya pernah bergabung dengan komunitas yang serupa yaitu Surabaya Tarot Community (STC). Ia sendiri pun semula tak langsung punya kemampuan membaca tarot. Ia hanya tertarik Ketika suatu hari, ada teman yang dating ke tempat ia nonkrong, membawa kartu tarot. ”Ia menawarkan meramal saya,” katanya.
ANGGOTA komunitas tarot Surabaya yang tergabung dalam Fullmon dipesan pendirinya untuk menjaga attitude agar tak mempengaruhi aura negatif dalam masyarakat.
Ramalannya itu cocok. Karena penasaran, Arya justru tertarik mempelajarinya. Ia bahkan meminta temannya itu untuk menuntunnya belajar tentang tarot. Bahkan ia langsung mempraktikannya saat itu juga. ”Entah bagaimana, saya kok langsung bisa membaca kartu tarot. Padahal saya tidak pernah sekali pun belajar. Sejak itulah saya menekuninya,” jelas Arya.
Berangkat dari rasa penasaran itulah, Arya ingin mengenal dan belajar tarot lebih dalam lagi. Bahkan bergabung dengan STC. ”Itu pun juga kebetulan. Ketika sedang membeli kartu tarot di sebuah toko, ternyata pemiliknya salah seorang anggotanya. Karena saya masih baru dan ingin belajar dari pembaca tarot yang lain maka saya masuk komunitas itu,” paparnya.
Namun umur STC tidak bertahan lama. Beberapa saat setelah Arya bergabung, komunitas ini bubar. Menyisakan Arya dan beberapa anggota komunitas lainnya. ”Saya lihat anggota yang lain masih butuh wadah untuk belajar dan berbagi. Saat itulah saya memutuskan untuk membangun komunitas tarot sendiri. Ya Fullmoon ini. Tak hanya para pembaca tarot, masyarakat umum dengan minat apa pun boleh bergabung,” katanya.
Resmi berdiri pada November 2008, Fullmoon beranggotakan beberapa orang yang dulu aktif di STC. Terutama teman-teman Arya yang sering nongkrong di restaurant siapa saji di mal itu. Menurut Arya nama Fullmoon diambil juga terkait dengan kebiasaan Arya dan teman-teman yang suka nongkrong di malam hari saat bulan penuh bisa disaksikan di langit. ”Namun lebih tepatnya Fullmoon mengandung filosofi bahwa kami ingin menjadi cahaya terang dalam kegelapan, seperti bulan pada malam hari,” paparnya.
Sebagai anggota, Arya hanya menekankan tentang prinsip kegiatan tarot reading yang harus dilakukan dalam koridor membantu orang. Sama sekali bukan kegiatan entertainment. Semangat yang dibawa harus kolektif. Anggota diarahkannya agar tidak mencari uang atau keuntungan pribadi lainnya dari komunitas.
Selain itu anggota Fullmoon harus paham tentang basic tarot reading. Utamanya tentang attittude. Hal itu penting karena stigma negatif di masyarakat tentang tarot yang dikaitkan dengan musyrik itu sering timbul karena para tarot reader  berlagak jumawa dan seolah serba tahu. ”Kami ingin menghindari itu. Kami pesan jika ingin membantu orang lain jangen bersikap berlebihan,” tambah Arya.
Sebagi founder sekaligus ketua komunitas selama 13 tahun, Arya sangat ketat mengawal dinamika yang terjadi di dalam komunitasnya. Berbeda dengan komunitas lain, komunitas tarot memasuki ranah spiritual dan gaib. Konflik internal para anggota harus dihindari.
Apalagi anggotanya kebanyakan memiliki bakat khusus dan dianugerahi sixth sense. ”Bila ada konflik, maka yang bersitegang bukan hanya individunya. Tetapi hal-hal gaib di sekitar kami diyakini akan terlibat dan ikut mempengaruhi,” katanya.
Pernah ada satu kasus, kedua anggota Fullmoon tampak selalu bersitegang. Mereka berdua lebih tampak saling membenci. Energi yang terpancar pun selalu ditangkap negatif. ”Setelah kami telusuri, yang sedang berkonflik justru para penjaga gaib di belakang mereka berdua. Maka kami tak cukup menyelesaikannya dari di luar tapi harus di balik itu pula,” ungkapnya.
Untuk menjaga kekommpakan, Fullmoon rutin bertemu untuk saling bertukar pikiran. Setidaknya menggelar dua kali gathering dalam sebulan. Setiap hari Kamis dan Jumat di Wingstop Sutos dan Carl's Jr Darmo. ”Selama pandemi ya kami ganti menjadi Google Meeting,” katanya.
Saat bertatap muka, biasanya Fullmoon sekalian menggelar free tarot reading bagi masyarakat umum. Setiap Minggu, Fullmoon membuka kelas pembacaan kartu tarot, khusus bagi siapa saja di luar komunitas yang minat. ”Semua agenda diarahkan untuk menjaga exposure yang sudah cukup tinggi di masyarakat. Kami biasa menerima ajakan kerja sama dengan siapa pun. Tak harus melulu soal tarot,” tegasnya.
Fullmoon pernah membuat acara di JTV dan SBO TV dengan memasang anggota mereka sebagai tarot reader. Sejumlah radio, kerap meminta untuk talkshow menjelaskan apa itu tentang tarot. ”Sejauh ini kami tak mendapatkan penilaian negatif dari masyarakat. Untuk itu kami harus menjaganya dengan tampil sebaik-biaknya di setia kesempatan,” tegas Arya. (Heti Palestina Yunnai-Dante)

Sumber: