Anti-klimaks Terorisme, Tembak Mati pun Biasa

Anti-klimaks Terorisme, Tembak Mati pun Biasa

Kronologi: Rabu, 9 Maret 2022 pukul 21.15 tim Densus 88 mendatangi TKP di Jalan Bekonang, Sukoharjo. Memburu Sunardi. Ketemu. Sunardi naik mobil pickup dobel kabin. Dihentikan petugas. Berseragam.

Petugas menegaskan, Sunardi harus turun dari mobil. Untuk ditangkap. Sebagai tersangka terorisme. Mobilnya sudah dikepung.

Sunardi ngegas. Polisi di depan ditabrak. Dua terluka. Nabrak pula mobil Densus 88.

Dari samping, polisi meloncat naik ke bak belakang. Memperingatkan agar Sunardi berhenti. Tapi, Sunardi tambah ngegas. Jalan zigzag. Menggoyang polisi di bak belakang. Mirip di film. Sampai nabrak motor dan mobil warga.

Polisi menembak. Kena punggung dan pinggang. Langsung, Sunardi lemas. Dilarikan ke RS Bhayangkara, ia tewas di perjalanan (death on arrival).

Brigjen Ahmad Ramadhan: "Tersangka adalah anggota Jamaah Islamiyah (JI). Pernah menjabat Amir Khidmat JI, Deputi Dakwah dan Informasi, penasihat Amir JI, dan penanggung jawab Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI)."

Dilanjut: "Hilal Ahmar Society adalah organisasi terlarang. Yang terafiliasi organisasi terorisme JI. Tugasnya merekrut, mendanai, memfasilitasi perjalanan pengikut FTF (foreign terrorist fighter) ke Suriah."

Maka, penindakan Densus 88 sudah sesuai SOP. Polisi menunjukkan identitas. Memberi peringatan. Tidak ada salah prosedur. Lazimnya penjahat hendak ditangkap, melawan. Ya… di-dor.

Bagi yang keberatan, jadilah polisi. Rasakan, taruhan hidup-mati membekuk penjahat yang melawan. Prinsipnya: Penjahat yang mati, atau polisi.

Alhasil, pihak keluarga Sunardi masih pikir-pikir akan menggugat Polri. Jubir pihak keluarga, Endro Sudarsono, kepada pers, Jumat (11/3) mengatakan: Sudah disiapkan tiga pengacara. Dua dari Solo, satu dari Sukoharjo. Siap menggugat Polri.

Endro: "Belum ada surat kuasa. Keluarga masih berduka. Belum ada bicara resmi mengenai penunjukan kuasa hukum. Tapi disiapkan."

Ada, Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif mengatakan: "Tindakan itu terlalu zalim," ujar Slamet kepada pers, Jumat (11/3).

Dilanjut: "Biarkan pengadilan yang memutuskan benar atau salah. Tugas Densus menangkap, bukan membunuh."

Adalah hak setiap warga negara berpendapat. Dasar hukum: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Kapolri tidak bicara. Tidak reaktif seperti dulu lagi. Tenang. Seperti membiarkan publik menilai, menimbang, mengambil sikap. Polri sudah pede soal terorisme.

Sumber: