Presiden Wow!
Kebutuhan dalam negeri hanya 5 juta ton. Pasar ekspor 50 juta ton. Kali ini yang 50 juta ton dikorbankan untuk memenuhi yang 5 juta ton.
Maka, sebenarnya tidak harus ada keputusan sapu jagat. Lima juta ton tidak ada artinya dibanding 50 juta ton. Tapi jalan biasa sudah dicoba. Tidak manjur. Bahkan mengesankan seperti mencla-mencle. Wibawa pemerintah seperti jadi bahan mainan. Sampai mengusik seorang penyanyi sekelas Iwan Fals menjadikannya lagu top hits.
Sungguh. Sebenarnya tidak perlu ada sapu jagat. Kalau bisa ditata dengan baik.
Kasihan eksporter. Yang sudah telanjur menandatangani kontrak. Yang akan kena klaim dari luar negeri. Yang juga merusak jadwal kapal internasional.
Tapi Presiden memang sudah di tahap jadi bulan-bulanan. Sapu jagat ini telah menyelamatkannya.
Saya tidak bisa membayangkan betapa ruwet kesibukan di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian hari ini. Sampai lima hari ke depan.
Jangan-jangan dalam tiga hari ke depan ketersediaan minyak goreng tiba-tiba melimpah. Lalu, larangan ekspor itu pun tidak perlu dilaksanakan di hari Kamis. Tanpa harus ada menko yang tiba-tiba bisa mencabut larangan ekspor itu. (*)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap
hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Minyak DMO
Parikesit Riau
DMO oh DMO. Strategi ekonomi yang aneh (setidaknya itu menurut saya). Dulu pernah saya berkomentar, bahwa pemerintah Malaysia telah memberikan subsidi untuk produk minyak goreng kemasan kecil (yang rata-rata pembelinya juga rakyat kecil) . Yang mana pada saat itu, Pemerintah Indonesia masih gamang, mungkin tidak mau meniru strategi yang sudah dijalankan negeri jiran tersebut. Benang merahnya jelas, produsen minyak goreng bukanlah produsen (baca : pabrik) CPO. Pabrik CPO tidak hanya merebus TBS dari kebun inti, sebagian besar harus dibeli dari pekebun, dan harga TBSnya sudah mahal itu. Kenapa harus subsidi? Iya, karena pajak penghasilan yang dibayar oleh tauke (pengepul sawit) juga terkerek. Pabrik juga harus membayar PPh dan PPN dalam setiap faktur yg diterbitkan, juga nominalnya menjadi tidak sedikit lagi. Sampailah itu ke sektor hilir yg semua angka pajaknya naik. >>>> Lalu mau dikemanakan pajak2 yg besar itu?
Kalau tidak didaya gunakan untuk memberikan subsidi bagi rakyatnya yg kurang mampu.
Rahayu, rahayu, rahayu.
Lukman bin Saleh
Betul2 sial memang. Jadi tersangka melanggar aturan. Tapi aturannya sendiri sudah dicabut. Aturan yg terbukti tidak efektif, tdk ada hasil. Hasilnya hanya membuat 4 keluarga kehilangan sosok ayah. Hanya krn melanggar aturan yg bermasalah. Doa sy, semoga tdk ada aliran uang. Aturan itu d langgar hanya semata2 aturannya yg tdk masuk akal.
Contohnya mewajibkan DMO CPO pd perusahaan yg tdk punya kebun sawit. Macam mana pula ini? Ini sih perusahaan d suruh nyumbang namanya. Sekali lg, semoga tdk ada aliran uang. Sedih liat berita korupsi terus. Gini2 amat negara kita…
Irfansyah Tambunan
Memang susah jadi emak2..antri minyak goreng di nyinyirin,,beli baju baru di nyinyirin..yo wis,antri BLT minyak goreng aja,duitnya beli paket buat tik tok an..serbuuu
Bakti hairs
Masalah terbesarnya memang adalah kerakusan pengusaha. Tapi bisa jadi karena dulu saat mereka mendapakan konsesi pengolahan hutan menjadi kebun sawit telah berhutang sana sini untuk menyogok penguasa saat itu sehingga hingga sekarang mrk belum ikhlas dan terus mengeplotasinya untuk diri sendiri dan perusahaan. Ngomong- ngomong kapan mereka dapat HGU hutan sawit ini ya??
Yuli Triyono
Minyak goreng sudah bisa didapat di mana-mana. Ah, betapa melegakan. Andaikan itu benar. Bukan hanya di lagunya Iwan Fals.
Sumber: